Daftar Isi. 1. As Salafi Al Fithrah. 2. Sunan Drajat. 3. Tebuireng. Postingan Sejenis: 1. As Salafi Al Fithrah. Saat menguraikan tentang pesantren terbaik di Jambi, rasanya pondok pesantren ini tidak bisa luput dibicarakan.
Pondok Pesantren Imam An Nawawi. Pondok Pesantren Imam An Nawawi berdiri pada tahun 2016. Pondok Pesantren Pondok Pesantren Imam An Nawawi beralamat di Jl. Raya Pekanbaru - Pelalawan KM. 19. Jumlah santri yang ada di pesantren ini yaitu sekitar 105 santri dengan 9 ustadz yang mengajar. 2. Pondok Pesantren Tahariyah Musthafawiyah
31/01/2023. 0. Pondok Pesantren Jauharen, Sebrang Kota Jambi. Pondok Pesantren Al Jauharen berada di Kelurahan Tanjung Johar, Kecamatan Pelayangan, Jambi. Pembangunan pondok-pondok pesantren di Sebrang Kota Jambi dipelopori oleh para ulama Jambi seperti Kiai Haji Abdul Majid, Haji Abdul Kadir, Haji Abdullah Ibrahim, dan Kiai Haji Kemas Abdul Somad.
LokasiPesantren Pondok Pesantren Modern Al-Hidayah terletak di atas tanah milik Pemerintah Provinsi Jambi seluas 16,5 ha yang dibangun untuk fasilitas pendidikan dan lahan pertanian untuk praktik santri yang berlokasi di Jl. Marsda Surya Dharma KM. 10 Kenali Asam Bawah Kota Jambi Adapun jenjang Pendidikan yang dimiliki oleh Ponpes Al Hidayah, 1.
Pondok pesantren ini terletak di alan Dr. H. Abdullah Ahmad No.8, Kota Padang. Pesantren ini dua kurikulum, yaitu kurikulum pesantren dan kurikulum umum dengan sistem bilingual. Selain itu, ada kegiatan ekstrakurikuler yang bisa diikuti santri, seperti pramuka, PMR, seni, pencak silat, dan paskibra. 10.
Belumadanya informasi yang lengkap dan memadai mengenai biografi ulamaPondok Pesantren dan kitab karyanyadi Provinsi Jambi menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini. Keberadaan dan peran pondok pesantren di Provinsi Jambi sudah cukup lama ada yang tersebar di berbagai pelosok daerah, di antaranya Pesantren Nurul Iman, As'ad dan Al
. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID OXlR0db1Q4qVx3Q3uGVtQE_zfkw5Bfag_I9RNiEJTXOnCaZgSxzTSg==
Pondok Pesantren Terbaik Di Provinsi Jambi. Pondok pesantren darul arifin jambi Sama seperti masyarakat di papua, wilayah papua barat juga memiliki masyarakat yang mayoritas beragama penduduk yang menganut agama islam sekitar. 5+ Pondok Pesantren di Kota Jambi yang Bagus Info Pondok Pesantren from Sama seperti masyarakat di papua, wilayah papua barat juga memiliki masyarakat yang mayoritas beragama penduduk yang menganut agama islam sekitar. Sebagai salah satu cabang dari pondok pesantren hidayatullah yang ada di kota balikpapan, kurikulum yang digunakan mengadaptasi dari pondok pesantren tersebut. Pondok pesantren terbaik di jambi ini dibangun untuk mencetak kader nahdiyin alim dan intelek. Ponpes Sidogiri, Pasuruan Jawa Timur. 10 pondok pesantren terbaik di kabupaten tanjung jabung barat. Abdul khafid menyebut bahwa ranperda penyelenggaraan pondok pesantren pada pembahasan di. Pondok pesantren selanjutnya adalah pondok peantren tertua di jambi yaitu pondok pesantren. Sehingga Mereka Bisa Meningkatkan Iklim Spiritual Di Kota Jambi Agar Lebih. Pesantren al hidayah jambi didirikan oleh gubernur berdasarkan sk no. Pondok pesantren terbaik di jambi ini dibangun untuk mencetak kader nahdiyin alim dan intelek. 10 pondok pesantren terbaik di provinsi jambi. Sobat Pondok Pesantren Diniyyah Al. 10 pondok pesantren terbaik di provinsi. Tak cuma menuntut ilmu menaklik serta religi, pondok pesantren membantu peserta didik melatih karakter dan juga keterampilan adaptasi. 10 pondok pesantren terbaik di provinsi jambi. Nurul Wathan, Tanjung Jabung Barat. 3 daftar pondok pesantren terbaik di jatim indonesia. Beberapa daftar nama pondok pesantren di kabupaten muaro jambi adalah sebagai berikut Lokasi tepatnya ada di desa bunton kecamatan teupah barat, simeulue. Sebagai Salah Satu Cabang Dari Pondok Pesantren Hidayatullah Yang Ada Di Kota Balikpapan, Kurikulum Yang Digunakan Mengadaptasi Dari Pondok Pesantren Tersebut. Baiklah sobat, mari kita mulai pondok pesantren terbaik pertama, 1. Khairul umam, tanjung jabung barat. Ponpes ini menyediakan empat jenjang pendidikan yaitu tk munggangg, sd al maâsoem, smp. Navigasi pos Fakultas Ilmu Gizi Terbaik Di Jakarta. Universitas negeri jakarta memiliki fakultas ilmu pendidikan, fakultas bahasa dan seni, fakultas matematika dan⊠Cerpen Sahabat Terbaik Singkat. Contoh cerpen singkat persahabatan persahabatan sejati. Artikel makalah tentang contoh cerpen terbaik 2019 meliputi dari, cerpenâŠ
ArticlePDF AvailableAbstractAbstrak - Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan Selama Pandemi Covid-19 Tujuan Utama - Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana makna kebahagiaan dan strategi coping yang dipilih seseorang bisa mengurangi efektivitas kerja mental accounting dalam pengelolaan keuangan pribadi. Metode - Penelitian ini menerapkan metode studi kasus exploratory. Beberapa mahasiswa menjadi informan melalui wawancara secara daring. Temuan Utama - Makna kebahagiaan tergantung pada konsepsi mental seseorang. Konsepsi ini menjadi framing effect yang baik untuk menjustifikasi pembelian pribadi. Keberadaan akun mental yang ambigu dari aktivitas self-love melemahkan fungsi mental accounting dalam mengendalikan pengeluaran tambahan sehingga memicu overspending dan defisit anggaran mental. Implikasi Teori dan Kebijakan â Penelitian ini memperluas literatur akuntansi dari konteks kesejahteraan mental dan pandemi. Penelitian ini juga menampilkan evaluasi kebijakan coping dan implikasinya pada keuangan pribadi. Kebaruan Penelitian â Isu pandemi menjadi konsepsi mental yang kuat untuk terjadinya mallealble mental accounting tetapi self-control dapat ditingkatkan kembali jika putusan pembelian dievaluasi dengan dua prinsip emotional value yang diberikan dalam penelitian ini. Abstract - Malleable Mental Accounting and Meaning of Happiness During Covid-19 Pandemic Main Purpose â This study aims to understand how the meaning of happiness and the chosen coping strategy impair the mental accounting effectiveness in managing personal finance. Method â This study applied an exploratory case study method. Some students became informants through online interviews. Main Findings â The meaning of happiness depends on the personal mental conception. This concept is a good framing effect for purchase justification. An ambiguous mental account, related to self-love activities, hampers the mental accounting to control extra expenditures which triggers overspending and a mental budget deficit. Theory and Practical Implications â This study extends accounting literature in the contexts of pandemics and mental well-being. This study evaluates the coping policy and shows its implications on personal finance. Novelty â Pandemic issues are strong mental conceptions to allow malleable mental accounting, but oneâs self-control can be re-activated if the buying decision is evaluated using two principles of emotional value given in this study. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeAuthor contentAll content in this area was uploaded by Handi Brata on Aug 28, 2022 Content may be subject to copyright. 16Abstrak - Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan Se-lama Pandemi Covid-19Tujuan Utama - Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana makna kebahagiaan dan strategi coping yang dipilih seseorang bisa men-gurangi efektivitas kerja mental accounting dalam pengelolaan keuangan - Penelitian ini menerapkan metode studi kasus exploratory. Be-berapa mahasiswa menjadi informan melalui wawancara secara Utama - Makna kebahagiaan tergantung pada konsepsi mental seseorang. Konsepsi ini menjadi framing effect yang baik untuk menjus-tiîkasi pembelian pribadi. Keberadaan akun mental yang ambigu dari aktivitas self-love melemahkan fungsi mental accounting dalam mengen-dalikan pengeluaran tambahan sehingga memicu overspending dan de-îsit anggaran Teori dan Kebijakan â Penelitian ini memperluas literatur akuntansi dari konteks kesejahteraan mental dan pandemi. Penelitian ini juga menampilkan evaluasi kebijakan coping dan implikasinya pada keuangan Penelitian â Isu pandemi menjadi konsepsi mental yang kuat untuk terjadinya mallealble mental accounting tetapi self-control dapat ditingkatkan kembali jika putusan pembelian dievaluasi dengan dua prinsip emotional value yang diberikan dalam penelitian - Malleable Mental Accounting and Meaning of Happiness During Covid-19 PandemicMain Purpose â This study aims to understand how the meaning of hap-piness and the chosen coping strategy impair the mental accounting effec-tiveness in managing personal î â This study applied an exploratory case study method. Some students became informants through online interviews. Main Findings â The meaning of happiness depends on the personal men-tal conception. This concept is a good framing effect for purchase justiîca-tion. An ambiguous mental account, related to self-love activities, hampers the mental accounting to control extra expenditures which triggers over-spending and a mental budget deî and Practical Implications â This study extends accounting literature in the contexts of pandemics and mental well-being. This study evaluates the coping policy and shows its implications on personal î â Pandemic issues are strong mental conceptions to allow mal-leable mental accounting, but oneâs self-control can be re-activated if the buying decision is evaluated using two principles of emotional value given in this study. Volume 13Nomor 1Halaman 16-31Malang, April 2022ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879Mengutip ini sebagai Brata, H., Hartiningsih, D. M., & Dosinta, N. F. 2022. Malleable Men-tal Accounting dan Mak-na Kebahagiaan Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Akuntansi Multiparadig-ma, 131, 16-31. MENTAL ACCOUNTING DAN MAKNA KEBAHAGIAAN SELAMA PANDEMI COVID-19Handi Brata*, Dinda Maulidya Hartiningsih, Nina Febriana DosintaUniversitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. Haji Hadari Nawawi, Pontianak 78124Tanggal Masuk 21 Desember 2021Tanggal Revisi 09 April 2022Tanggal Diterima 30 April 2022Surel kuncicovid-19, kebahagiaan,mental accounting,strategi copingJurnal Akuntansi Mulîparadigma, 2022, 131, 16-31 Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak sosial dan psikologis kepada masyarakat di seluruh dunia. Untuk menekan laju penyebar-an virus Covid-19, negara-negara di dunia juga sudah menerapkan berbagai skema pembatasan sosial, baik melalui skema pembatasan berjen-jang maupun penguncian wilayah secara ketat lockdown, yang betujuan untuk mengurangi mobilitas penduduk dan mencegah kerumunan. Kendati demikian, ketersediaan informasi ten-tang bahaya penyakit Covid-19 melalui sumber berita resmi dan media sosial membuat warga me nyikapinya dengan berbagai reaksi nega tif, seperti perasaan ketakutan, kecemasan yang berlebihan, dan perubahan suasana hati mood yang drastis Gawrych et al., 2021; Tetreault et al., 2021; Zhao et al., 2020 yang mengakibat-kan penurunan terhadap tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup. Ketakutan dan kecemasan ini yang kemudian membuat masyarakat eng-gan makan malam di restoran karena takut akan kerumunan dan sikap pengunjung lainnya yang terkesan abai Tuzovic et al., 2021. Pada tahap yang lebih ekstrim dalam mengantisipasi kebi-jakan lockdown ketika pertengahan bulan Maret 2020, warga di berbagai negara di dunia, seper-ti Australia, Italia, Amerika Serikat, dan Inggris melakukan panic buying dengan cara memborong berbagai macam produk makanan kaleng, tisu toilet, dan produk kebersihan lainnya Sherman et al., 2021. Setelah mengamati fenomena sosial ini, timbul pertanyaan mengenai bagaimana men-tal accounting dalam mendukung strategi coping yang dipilih, sehingga upaya pencarian makna kebahagiaan dan pengelolaan keuangan pribadi dapat berjalan berbarengan secara efektif dan sa-ling mendukung. Sayangnya, kajian tentang pe-nerapan konsep mental accounting dalam domain kesehatan masih jarang dibahas, terlebih dalam konteks pandemi Covid-19 Zhang & Sussman, 2018. Secara konsep, mental accounting menye-diakan akun untuk kategorisasi dana yang meli-puti sumber dan penggunaanya, sehingga pilihan pembelian dan dampaknya dapat dikaji secara matang. Dengan kata lain, mental accounting ber-fungsi sebagai anggaran mental yang memandu pendapatan dan pengeluaran seseorang, terlebih pada masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat memberikan kesejahteraan keuangan Xiao & OâNeill, 2018.Berdasarkan kerangka konseptual di atas, mental accounting akan berfungsi sebagai self-control terkait pengeluaran untuk mencegah overspending Sui et al., 2021. Namun, perilaku panic buying yang ditunjukkan oleh warga pada awal pandemi tentu saja menunjukkan kelemah-an dari mental accounting dan kurangnya pe-mahaman tentang sistem kerja akuntansi dari setiap individunya. Panic buying telah memicu overspending dan menyebabkan loss pada saat pembelian, sehingga memunculkan rasa sedih dan kecewa Nurul & Hamidah, 2021. Keputusan pembelian yang terburu-buru dan tanpa peren-canaan yang matang seperti ini dapat berakibat pada rendahnya nilai manfaat yang diperoleh. Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apa-kah mental accounting tidak berhasil mengenda-likan keinginan berbelanja yang berlebihan ini. Akan tetapi, belum banyak ditemukan litera-tur akuntansi yang memuat penjelasan tentang fenomena mendapatkan banyak dukungan, konsep mental accounting yang dipelopori oleh Richard H. Thaler juga mendapatkan kritikan. Salah satunya atas ketidakmampuan dalam men-jelaskan sifat îeksibel dari mental seseorang da-lam melanggar anggaran mentalnya yang menye-babkan malleable Cheema & Soman, 2006. Sifat îeksiblitas ini terlihat pada saat kategorisasi bi-aya dan pengeluaran yang memicu overspending Loureiro & Haws, 2015; Sui et al., 2021. Cara kerja mental accounting yang mirip sistem kerja akuntansi bisnis juga turut dikritik, karena me-warisi sifat egois dan tamak yang menciptakan ilusi kebahagiaan Nurul & Hamidah, 2021; Ros-pitadewi & Efferin, 2017. Semua hal ini memper-lihatkan aspek keperilakuan dari konsep mental accounting yang belum sepenuhnya dimengerti oleh akademisi akuntansi. Pada masa pandemi, cara kerja mental accounting seseorang dihadap-kan dengan tantangan baru yang membuatnya makin malleable melalui adanya pilihan strategi coping sebagai justiîkasi yang baik untuk berbeîlanja dalam rangka mencari makna kebahagiaan. Untuk mengembalikan tingkat kebahagiaan se-seorang, sejumlah peneliti seperti Yen et al., 2021 menawarkan beberapa strategi coping, di antaranya strategi coping berfokus masalah prob-lem-focused coping, coping yang menekan kan pada pemulihan emosi emotional-focused cop-ing, dan coping penghindaran avoidance-focused coping. Strategi problem-focused coping, seperti perilaku higienis diri dan jaga jarak lebih efektif untuk menekan kecemasan di tingkat individu. Akan tetapi, untuk mendukung upaya pencari-an makna kebahagiaan lewat strategi coping, se-seorang perlu menyiapkan pos pengeluaran baru dan mencari alasan yang terbaik untuk menjus-tiîkasinya melalui cara kerja mental accounting. Sayangnya, pembahasan mengenai keterkaitan antara cara kerja mental accounting, strategi cop-ing, dengan upaya pencarian makna kebahagiaan masih jarang ditemui pada literatur akuntansi, psikologi, ataupun ilmu itu, studi tentang malleable mental accounting dan pemicu stress sangat menarik dilakukan di sektor pendidikan, karena dampak sosial dan psikologis sangat terasa pada kehidupan mahasiswa pascapenutupan sekolah akibat pan-demi Covid-19. Kendati di sisi lain, pada peneli-tian terdahulu, sebagaimana disampaikan Cao et al. 2020, Deng et al. 2021, Horita et al. 2021, dan Zhai & Du 2020 yang mengesampingkan efek stres yang dialami oleh mahasiswa senior yang mengambil pekerjaan sampingan atau ber-Brata, Hartiningsih, Dosinta, Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan... 17 wirausaha sambil meyelesaikan kuliahnya. Peran ganda ini menaikkan tingkat stress yang dialami para pelakunya, sebab pemicu stress stressors dapat bersumber dari beban kuliah dan peker-jaan. Di samping itu, belum ada penelitian terda-hulu yang membahas andil dari malleable men-tal accounting dalam membantu para mahasiswa yang bekerja dalam mendanai aktivitas coping dan self-rewarding dalam rangka pencarian mak-na kebahagiaan pada masa pandemi. Oleh kare-na itu, penelitian ini menawarkan nilai kebaruan dengan mengilustrasikan bagaimana mahasiswa menjadikan isu pandemi sebagai justiîkasi men-tal untuk berbelanja dalam rangka strategi coping dan membuat konsepsi kebahagiaannya sendiri. Self-control seseorang menjadi lebih lunak dan îeksibel untuk mendukung upaya coping, sehing-ga anggaran mental sering dilanggar dan terjadi overspending lewat pos-pos ambigu. Jadi peneli-tian ini menawarkan solusi untuk mengevaluasi putusan pembelian dengan dua prinsip penilaian emotional latar belakang yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana makna kebahagiaan dan strategi coping yang dipilih seseorang dengan mengurangi efektivitas kerja mental account-ing dalam pengelolaan keuangan pribadi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribu-si untuk mengembangkan ilmu akuntansi dan keperilakuan dalam hal-hal berikut ini. Perta-ma, penelitian ini memberikan gambaran yang menyeluruh tentang kelemahan operasi mental accounting dalam mengawal anggaran mental se-hingga memicu overspending. Kedua, kasus-ka-sus yang ditampilkan pada penelitian ini mem-berikan contoh bagaimana isu pandemi dan strategi coping menjadi framing effect yang baik dalam mendorong pembelian. Ketiga, penelitian ini membentuk konsep baru dengan me ngaitkan antara pilihan strategi self-coping dengan penge-luaran pada masa pandemi beserta alasan yang mendasarinya. Terakhir, penelitian ini juga berkontribusi dalam memperluas pemahaman literatur akuntansi dengan menjelaskan prinsip evaluasi emotional value dari putusan pembelian. METODEUntuk memahami mekanisme kerja men-tal seseorang dalam hal pengelolaan keuangan, pemaknaan atas kebahagiaan hidup selama pandemi, dan penerapan strategi coping yang se-suai, penelitian ini menerapkan desain penelitian studi kasus exploratory Darmayasa & Aneswari, 2015; Yen et al., 2021. Sepengetahuan peneliti, belum ada penelitian sebelumnya yang berupaya menggali model mental seseorang secara kom-prehensif dalam hal pengelolaan keuangan dan pemaknaan kebahagiaan pada masa pandemi, sehingga desain penelitian ini cocok diterapkan untuk menangkap makna dan variasi konsepsi mental antarindividu Ekwonye & Nwosisi, 2021; Tuzovic et al., 2021. Secara khusus, penelitian ini membangun kerangka desain dari titik ekstrim dalam kontinum yang mewakili masing-masing polar case yang kemudian dibandingkan dengan kasus penyerta yang berfungsi sebagai shadow cases Gerring, 2017. Metode ini dipilih untuk membujuk pembaca dengan cara membangun ketertarikan pembaca terhadap model mental yang selama ini dianggap terlalu kompleks untuk dipahami. Oleh karena itu, pemilihan kasus da-lam penelitian ini tidak mematuhi aturan keter-wakilan, tetapi lebih menekankan pada karakter-istik yang menarik dan eksotis dari pengalaman masing-masing polar case ditentukan berdasar-kan ada tidaknya efek mental accounting dan pilih an strategi coping. Pada kutub yang satu ka-sus Dina, pengalaman informan Dina menunjuk-kan efek mental accounting yang kuat dan strategi coping yang ditujukan sebagai mitigasi stres yang bersifat temporal. Sedangkan pada kutub lainnya kasus Doni, pengalaman informan Doni menun-jukkan efek mental accounting yang lemah bah-kan hampir tidak ada dan strategi coping yang berbasis spiritualitas. Kedua kasus ini tentu saja sangat spesial karena mampu memberikan gam-baran paradigmatis dari fenomena yang diteli-ti dan memaparkan karakteristik-karakteristik khususnya. Kedua kasus lainnya kasus Tyas dan Siska akan berperan sebagai shadow cases yang memberikan latar belakang dan menjadi tit-ik referensi dalam dapat memahami model mental, data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruk-tur yang dipandang lebih îeksibel dan mampu mengarahkan informan untuk memberikan re-pons secara menyeluruh tentang dunia sosial yang ia alami dengan istilah dan gaya berbicara yang disukai Qu & Dumay, 2011. Berbekal per-tanyaan-pertanyaan tentang tema-tema umum yang disampaikan oleh Rospitadewi & Efferin 2017, peneliti dapat mengembangkan dan/atau mengubah urutan, gaya dan nada pertanyaan, sehingga proses wawancara menjadi lebih efek-tif dan memberikan kenyamanan bagi informan. Kegiatan wawancara dilakukan sebanyak dua kali dengan masing-masing informan pada bulan April 2021, dengan setiap sesinya berlangsung selama 30 menit sampai dengan 1 jam. Pelaksanaan wawancara ini dilangsungkan melalui fasilitas video conference dari google meet karena masih bersamaan dengan penerapan ke-bijakan pembatasan pergerakan masyarakat. Kendati para pakar metode penelitian tradisio-nal menyangsikan efektivitas wawancara secara daring, Irani 2018 membuktikan bahwa tingkat efektivitas dari kedua cara tersebut tidak berbe-da. Selain itu, wawancara dengan menggunakan fasilitas telepon atau internet memberikan kemu-dahan bagi informan untuk ikut serta dan dirasa cocok untuk membicarakan isu sensitif yang ber-hubungan dengan emosi dan pengalaman Farooq & Villiers, 2017. Kemudian wawancara de ngan video conference juga mampu menangkap peru-18 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 13, Nomor 1, April 2022, Hlm 16-31 bahan raut dan mimik muka informan, seperti senyuman, anggukan dan sebagainya, sehingga tidak mengurangi pemahaman peneliti. Secara umum, informan penelitian me-rupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis dari salah satu universitas negeri di Provinsi Kalimantan Barat yang kuliah sambil bekerja. Adapun alasan yang mendasarinya ada-lah dampak sosial dan psikologis yang masih sangat terasa dalam kehidupan mahasiswa pas-ca penutupan kampus pada awal masa pandemi Covid-19. Hasil penelitian sebelumnya Gawrych et al., 2021; Preti et al., 2021 turut menunjukkan bahwa populasi yang berusia muda umur 20-30 tahun lebih dominan mengalami gangguan psi-kologis yang dipicu oleh perasaan keterlambatan aktivitas akademik Cao et al., 2020, kekhawatir-an dan kesulitan keuangan Deng et al., 2021, perasaan terisolasi dan kehilangan teman akibat penutupan sekolah Zhai & Du, 2020. Menurut kisaran umur informan, populasi ini mencakup mahasiswa program sarjana dan pascasarjana. Berdasarkan data dari 161 negara, diperoleh 1,6 juta siswa dan mahasiswa yang kehilangan kehidupan normal di sekolah atau kampus dan terpaksa mengikuti proses pembelajaran secara daring Camacho-Zuñiga et al., 2021. Pola pem-belajaran daring tersebut menurunkan tingkat kebahagiaan karena mahasiswa masih merasa asing dan perlu beradaptasi dengan lingkungan pembelajaran daring serta merasa terisolasi dari dunia luar selama kebijakan âberada di rumahâ Horita et al., 2021. Penelitian ini secara le bih lanjut juga memasukkan unsur stress akibat pekerjaan dalam analisis untuk menggambarkan realita sosial dan kompleksitas dari peran ganda yang dimiliki oleh sejumlah mahasiswa semes-ter akhir. Sehingga penelitian ini secara khusus memilih informan mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Oleh karena itu, akan tergambar pula potret menarik tentang sisi kehidupan perkuliah-an masa pandemi dan peran ganda mahasiswa. Tentu saja, terdapat konteks dan sudut pandang yang baru dalam memahami cara kerja mental accounting dari diri seseorang yang mengalami berbagai macam stressor dan upaya yang telah dilakukannya dalam rangka pencarian makna umum proîl informan disajiîkan pada Tabel 1 dengan menggunakan nama Tabel 1. Proîl InformanNama Samaran Status Pekerjaan Sampingan Informasi TambahanDoni Mahasiswa Aktif Usaha kuliner Aktivis sosial keagamaanTyas Mahasiswa Aktif Berjualan produk makanan Hobi jajanDina Mahasiswa Aktif Customer Service CS Aktif di BEM FakultasSiska Mahasiswa Aktif Staf Administrasi Berjualan onlineâŠpagi -pagi aku yoga, terus sering meditasi, terus self nyalain lilin aroma terapi dan id upindiffuser.âŠaku be li di ffus er unt uk me t i me, terus aku beli ess ence, nah s edangkan itu tu perlu biaya tambahan dari biasanya yang aku PikiranFasilitas RileksMe-ti me Menambah Bia yaMitigasi StressFi rst-Order QuotesSec ond-Order ThemesAgregated Di mensions CategoriesKarena buat aku kadang ketika kita habis ng e l ak uk an se suatu yang sulit benar karna aku sel f-l ove, jadi buat aku harus ada sel f-reward-aku n d ak akan mikir-mikir mas alah budg u aku n dak bakal mikir harganya berapa, nd ak akan mikir ke sit u gitu . Langs ung a ku DiriTidak pe dul i hargaContoh Self-Lo ve-Makan itu makan yang beda, minumlah karna aku suka minuman kan. Habis kita ngerjakan ini kita ke J es krim. Kalau misalkan dalam se minggu aku s tressnya lima kali, artinya aku harus lima kali beli es krim kalau pas pengennya es Self-Lo veGambar 1. Model Analisis TematikSumber Yen et al. 2021 dengan AdaptasiBrata, Hartiningsih, Dosinta, Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan... 19 samaran. Informan penelitian ini juga berasal dari agama, suku, dan latar belakang yang ber-beda sehingga cara pandang tentang kehidupan selama pandemi dan pola pengelolaan keuangan juga beragam. Informan diundang untuk mengi-kuti wawancara berdasarkan ulasan makna ke-bahagiaan selama pandemi yang dikumpulkan ke ini menggunakan alat analisis tematik berbasis manual coding dan tema-tema hasil kodiîkasi yang berfungsi sebagai kerang-ka dalam merumuskan sintesa hasil penelitian. Tahapan dalam analisis tematik dapat diuraikan sebagai berikut. Setelah wawancara dilakukan, rekaman wawancara ditranskip oleh salah se-orang penulis dan diperiksa kembali oleh penu-lis lainnya. Selanjutnya, transkrip wawancara tersebut dianalisis secara tematik yang terma-suk ampuh dalam mengenali tema-tema baru berdasarkan data mentah dan mampu meng-gambarkan data secara menyeluruh Tuzovic et al., 2021. Pertama-tama, dua orang penulis membaca berulang-ulang transkrip wawancara untuk memahami secara mendalam transkrip tersebut sebelum menerapkan open coding pada petikan-petikan wawancara kalimat perkalimat Ekwonye et al., 2021. Selanjutnya, kedua penu-lis melakukan open coding secara terpisah dan manual terhadap transkrip untuk mengidentiî-kasi âsecond order themesâ Yen et al., 2021. Pada tahap ini, kedua penulis berulang kali berdiskusi dan membandingkan hasil cod-ing dan memo hasil reîeksi data untuk mencapai kesepakatan dalam penafsiran. Dengan mem-pergunakan tema-tema yang diberikan oleh Ro-spitadewi & Efferin 2017 misal. akun spesiîk, self-control, evaluasi diri, dan sebagainya sebagai dimensi-dimensi kategorisasi. Dengan bantu-an âthematic analytic triangleâ lihat Gambar 1, emergent themes contohnya kebermanfaatan, self-love, mitigasi stres, memberi dan berbagi dapat ditangkap dan direîeksikan dengan liteîratur-literatur yang ada. Dengan demikian, emer-gent themes dapat dikontektualisasi ke sejumlah tema. Pada tahap selanjutnya, coding-coding yang mirip disatukan dan kutipan-kutipan wawan-cara yang relevan dilekatkan ke tema-tema yang muncul dari proses analisis ini Ekwonye et al., 2021. Akhirnya, tema-tema tersebut digambar-kan mapping untuk dapat memperjelas dinami-ka dan hubungannya, sekaligus juga membantu dalam proses sintesis hasil penelitian Yen et al., 2021. Untuk meningkatkan trustworthiness dari hasil penelitian ini, data triangulation dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara dengan unggahan media sosial informan Ros-pitadewi & Efferin, 2017. Pengecekan kesamaan kodiîkasi transkrip wawancara di antara peneliti juga dilakukan investigator triangulation guna mengurangi bias hasil penelitian Dosinta & Bra-ta, 2020. Di samping itu, penambahan perspektif lain theory triangulation dalam analisis, seperti teori psikologi, kesehatan mental, religiositas dan feminisme, dapat memperkaya pemahaman mak-na yang disampaikan oleh informan Yin, 2017.HASIL DAN PEMBAHASANMakna kebahagiaan di masa pandemi. Masa pandemi ini merupakan masa yang su-lit bagi semua orang. Masyarakat dituntut un-tuk mengubah kebiasaan dan gaya hidup guna menyesuaikan diri dengan pola kehidupan pada era tatanan baru new normal. Anjuran peme-rintah untuk memakai masker dan menjaga ja-rak adalah bagian dari kebiasaan baru yang ha-rus diadopsi. Kebijakan pemerintah pada awal masa pandemi tentang pembatasan sosial dan mobilitas juga mewajibkan organisasi-organi-sasi non-esensial untuk menerapkan kebijakan bekerja dari rumah Work from Home/WFH. Penyesuaian ini tentu saja menimbulkan dampak psikologis, seperti stress, hilangnya kebahagiaan, dan menurunnya kepuasan hidup. Keluhan de-mikian diungkapkan oleh Dina berikut iniâKarenaâŠwaktu pandemi ini kerjaan aku tuh ndak ada yang dikurangi waktunya. Jadi, masih tetap sama tuh waktunya masih segitu-gitu, tapi aku tetap di rumah dan stressnya tuh nambahâŠaku ndak mendapatkan kesenanganâ Dina.Selama pandemi, tingkat stres yang dira-sakan oleh Dina meningkat karena jam kerja-nya tidak berkurang dan terjadi penyesuaian pola kerja untuk mendukung kebijakan WFH. Selain itu, tak dapat dimungkiri bahwa manusia sebagai makhluk sosial mencari kesenangan le-wat permainan, humor, dan berinteraksi dengan sesama manusia Tonkin & Whitaker, 2021. Pan-demi ini juga turut mengurangi aktivitas-aktivitas keagamaan spiritual dan juga menghilangkan momen-momen berharga, seperti berkumpul ber-sama keluarga besar, teman, rekan sekerja, dan lingkungan. Hal ini dirasakan oleh Siska pada kutipan berikut iniââŠsebelum pandemiâŠkita tidak perlu memakai masker ke mana-ma-na dan kita bisa berkumpul dengan orang tanpa harus menjaga jarak. Sekarang berkumpul itu kan sangat dibatasi ya, sedangkan ini sudah satu tahun lebih ya dan saya merasa sudah tidak punya teman karena tidak bisa berkumpul ke sana kemari hanya via chat, kalau bahkan sama temen-temen kuliah nih cuman via Google Meetingâ Siska. Meskipun telah menggunakan bantuan tek-nologi komunikasi untuk mengganti pertemuan îsik dengan pertemuan secara vitual, kehangatîan dan esensi dari pertemuan tersebut dirasa 20 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 13, Nomor 1, April 2022, Hlm 16-31 menurun. Keterbatasan inilah yang kemudian membuat Dina dan Siska kehilangan kebaha-giaan. Lebih lanjut, mereka mengungkapkannya pada kutipan berikut iniâKalau misalnya secara online, oke banyak yang secara online. Tapi ka-yaknya ada sesuatu yang kurang gitu. Ofîine yang tatap muka sama yang ketemu di dunia maya tuh tetap beda. Kalau tatap muka nih ⊠kita juga ketemu teman-teman yang lain. Ada plus-plusnya gitu. Ada sesuatu yang ndak bisa digantikan oleh dunia maya. Karena aku butuh hal itu, jadi meskipun kurang, tetap harus aku ikutinâ Dina.âKurang nendang lah pokoknya, ku-rang wah pokoknya. Itu termasuk ke-bahagiaan yang terpangkas di masa pandemiâ Siska.Kendati Dina dan Siska menyatakan de-mikian, dampak psikologis yang timbul cukup bervariasi, bergantung dari bagaimana seseorang memaknai kebahagiaan dan mengatasi coping keterbatasan akibat pandemi sehingga dirinya tetap bahagia. Hal ini seperti diaîrmasi oleh Dina berikut ini ketika ditanya apakah ia tetap bahagia di masa pandemiâBuat aku kebahagiaan secara umum tuh yang pertama sih bisa memenuhi kebutuhan pokok...ada hal lain yang aku butuhkan ketika pandemi, misal-nya hiburan yang pertama. Kita tahu pas pandemi itu banyak aktivitas yang dibatasi salah satunya hiburan, terus yang kedua lebih ke me time-nya benar-benar me time bukan ha nya se-kedar di rumah karena dilarang ke-luar gituâŠpagi-pagi aku yoga, terus sering meditasi, terus self talk. Sering nyalain lilin aroma terapi dan idupin diffuserâ Dina.Pernyataan Dina menunjukkan bahwa di-rinya menyediakan waktu khusus untuk me time, yaitu dengan meluangkan waktu untuk dirinya sendiri, tanpa adanya orang lain di sekitarnya. Menurut para psikolog, me time bermanfaat da-lam menjernihkan pikiran, memberi waktu bagi otak untuk memandang suatu permasalahan secara mendalam, menambah kesadaran diri, meningkatkan konsentrasi, dan produktivitas kerja. Berbeda dengan Dina, Tyas memandang pandemi dan kebahagiaan dari sudut pandang yang lebih positif. Sewaktu ditanya mengenai ke-bahagiaan pada masa pandemi, Tyas menjawab âSelama pandemi ini sih di rumah tuh kan lebih sering kumpul dengan ke-luarga kan, dimana sebelumnya kiteâŠkayak jarang ade waktu di rumah. Karena sekarang pandemi ini jadi kite kayak lebih sering ngumpul dengan keluarga, makan bareng, atau jalan-jalan bareng kayak gitu sih. Kayak lebih banyak waktu dengan keluargaâ Tyas.Menurut Tyas, masa pandemi memberi-kan dampak positif karena lebih banyak waktu yang tersedia untuk keluarga. Sebelum pandemi, ia mengungkapkan bahwa aktivitas kuliahnya memangkas waktu bersama keluarga. Hampir senada dengan penjelasan Tyas, Doni juga me-mandang kebahagiaan selama pandemi sebagai berikutâMakna kebahagiaan adalah saat kita bisa memenuhi kebutuhan diri sendiri dan orang lain. Dalam tanda kutip bisa memberikan keberman-faatan. Kayak melakukan sesuatu itu bermanfaat bisa bahagia banget menurut saya. Karena kadang kalau sekedar melakukan untuk diri sendiri dan ndak bermanfaat buat orang lain ka yaknye rugi sih, bahasanya kayak gituâ Doni.Makna kebahagiaan yang diungkapkan oleh Doni memang lebih luas dan mendalam. Ia menekankan pada unsur kebermanfaatan yang merujuk pada kebahagiaan sejati yang timbul karena mindfulness dan kebiasaan melepas, bu-kan menerima Rospitadewi & Efferin, 2017. Hal senada juga diungkapkan oleh Xi et al., 2017 bahwa perilaku altruistic dapat memberikan ke-bahagiaan, menurunkan tingkat depresi, dan meningkatkan kesejahteraan mental kepada si pemberi dalam kegiatan sehari-hari. Informasi yang diperoleh dari wawancara juga dibandingkan dengan media sosial yang dimiliki oleh Doni sebagai upaya triangulasi. Berdasarkan hasil wawancara, Doni merasa ba-hagia ketika ia mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri dan orang lain serta memberikan ke-bermanfaatan. Hal ini konsisten dengan status WhatsApp-nya. Doni sering mengunggah kegiat-an-kegiatan sosial, seperti membantu anak yatim piatu dalam mencukupi kebutuhan mereka. Di samping itu, saat bulan Ramadhan, Doni men-gunggah foto-foto saat ia menggalang dana untuk membelikan pakaian baru untuk anak yatim pi-atu di salah satu pondok pesantren di Kabupa-ten Kubu Raya. Kemudian juga terdapat foto-foto yang menunjukkan aktivitas rutin Doni bersama teman-temannya dalam gerakan Sedekah Su-buh membagikan paket sembako setiap Ming-Brata, Hartiningsih, Dosinta, Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan... 21 gu pagi untuk orang-orang yang membutuhkan, bukti dari triangulasi dan wujud konsistensi uca-pan Doni saat framing effect. Untuk menga-tasi keterbatasan akibat pandemi Covid-19 dan memberikan efek kebahagiaan, para informan mengatur keuangannya sedemikian rupa agar dapat memenuhi setiap pos pengeluaran yang berhubungan dengan konsepsi kebahagiaan yang mereka miliki hedonic expenses. Maka dari itu, mereka membentuk framing informasi-informa-si relevan yang diterima sebagai konteks mental dan rasional bahwa pengeluaran yang dilakukan memiliki fungsi nilai yang optimal dan eîsien un-tuk mencapai kebahagiaan Rospitadewi & Effe rin, 2017; Thaler, 1999; Wang et al., 2021. Sebagai contoh, stres yang meningkat akibat pekerjaan dan pembatasan sosial merupakan konteks men-tal yang baik untuk menjustiîkasi pengeluaran tambahannya walaupun penghasilan Dina sedi-kit menurun selama pandemi. Berikut ini adalah pernyataan lengkapnya.âMenurut aku, ketika pandemi aku ngerasa kebutuhan buat kebaha-giaan agak lebih besar. Karena aku di rumah terus, sedangkan kerjaan aku tetap dan aku kurang sosialiasi dengan orang lain, kurang berinte-raksi dengan orang lain. Aku kan tipe orangnya extrovert dapat ngecharge energi aku tuh ketemu orang lain. Ke-tika pandemi tuh aku cari cara lain. Misalnya nih, aku beli diffuser untuk me time, terus aku beli essance, nah sedangkan itu perlu biaya tambahan dari biasanya yang aku lakukan. En-tah itu beli lilin aroma terapi atau ba-rang-barang yang lain yang menurut aku hal itu bisa menurunkan tingkat stres karena pandemi ituâ Dina.Dina juga mengungkapkan bahwa diban-dingkan dengan pendapatannya yang îuktuatif dan agak menurun selama pandemi, muncul-nya berbagai hedonic expenses membuatnya ha-rus ekstra hemat pada akhir bulan. Informasi ini mengindikasikan bahwa anggaran mental Dina telah dilanggar dan terjadi pengeluaran yang ber-lebihan overspending di sisi hedonic Dina ini telah terkonîrma-si melalui triangulasi data media sosial. Pada berbagai kesempatan, Dina memposting foto li-lin aroma terapi. Sebagaimana yang dituturkan oleh Dina bahwa stres yang ia rasakan selama pandemi mengalami peningkatan sehingga Dina perlu bantuan dari lilin aroma terapi dan diffuser agar pikirannya kembali fokus saat bekerja, kuli-ah, dan menjalankan tugasnya di Badan Ekseku-tif Mahasiswa BEM.Pada sisi lainnya, bagi Siska, isu pandemi juga menjadi justiîkasi mental yang kuat untuk membenarkan pengeluaran tambahannya berupa pembelian kuota internet dan kredit laptop. Beri-kut penuturan SiskaâKayak contoh kuota karna kita kan nggak bisa ketemu nih, kita ha-rus mengeluarkan uang lebih untuk kuota. Kayak yang awalnya saya pa-kai 10Gb satu bulan, sekarang saya pake 50 sampai 65Gb dan itu habis dalam satu bulan. Jadi, itu termasuk pengeluaran yang lumayan sihâŠsela-ma masa pandemi saya juga kredit laptop. Karena kan laptop yang lama udah ndak memadai nih, sedangkan untuk pelajaran kayak kuliah gitu Google Meeting lebih bagus pake lap-top daripada pake HP, îturnya lebih lengkap. Itu termasuk pengeluaran yang lumayan besar untuk tahun ke-marinâ Siska.Pernyataan Siska menunjukkan bahwa pembingkaian informasi di dalam mental se-seorang lebih mudah terjadi ketika dihadapkan pada akun pengeluaran yang ambigu. Sebagai contoh, membeli makanan dapat dikelompokkan pada akun makanan kebutuhan pokok ataupun hiburan kebersamaan sehingga justiîkasi terîhadap pengeluaran tambahan untuk pos tersebut perlu dilakukan. Lebih lanjut, Tyas mengungkap-kannya pada kutipan berikut iniâKalau kebetulan adalah incomeâŠada duit, ada pemasukan, saya pasti beli makanan buat keluarga juga. Selalu hampir setiap kali saya beli makanan untuk saudara-saudara, untuk orang tua, untuk saya juga. Jadi, kalau misalkan beli makanan ndak pernah beli untuk diri sendiri, tapi pasti beli untuk adik-adik, kakak, orang tua, kayak gitu sihâ Tyas.Pernyataan Tyas menunjukkan bahwa se-tiap pengeluaran tambahan selalu dicarikan padanannya matching berupa tambahan peng-hasilan. Tyas juga menganggap tambahan peng-hasilan sebagai rezeki tambahan windfall. Pencarian rejeki tambahan juga tidak le pas dari kebersamaan. Seringkali rejeki tambahan di-cari karena adanya kebersamaan dalam keluar-ga. Hal ini dirasakan oleh Tyas dan Doni dalam kutipan sebagai berikut âIya, kayak kebersamaannya terasa makan bareng kayak gitu. Aku nge-rase, aku udah bisa nih beliin sesuatu buat orang di rumah. Bukan cuman makanan sih, tapi biasanya sayajuga beliin barang-barang gitu buat ma-mak, buat adek, beliin baju atau apa gitu dari uang sendiriâ Tyas.22 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 13, Nomor 1, April 2022, Hlm 16-31 âKite nggak perhitungan karena kite yakin kalau dikeluarkan nggak untuk diri sendiri apalagi untuk memenuhi kebutuhan orang lain nggak bakalan rugi. Intinya, cara saya memenage adalah, saya yakini, justru ketika kite memberi, yang memberi itu bu-kan kite, tapi kite yang diberi. Harus bersyukur dengan orang itu karena wasilah dia, kite tuh dapat pahala gitu melalui pemberian kiteâ Doni.Pernyataan Tyas dan Doni menunjukkan perbedaan. Tyas merasa bahwa kenikmatan-nya dapat dibagi ke seluruh anggota keluarga. Terlebih selama masa pandemi, waktu berkum-pul bersama keluarganya bertambah sehingga makan bareng keluarga memberikan kebahagiaan tersendiri baginya. Sebaliknya, perspektif penge-luaran Doni dapat dikatakan sangat unik kare-na bersumber dari keyakinan spiritualnya yang mendalam dan kesadaran yang tinggi mindful-ness untuk berbagi dengan sesama. Oleh karena itu, pengeluaran Doni untuk membantu sesama tidak memerlukan justiîkasi mental accounting. Bahkan pola pikir Doni dalam hal yang ia sebut sebagai memberi dan berbagi membuatnya memi-liki karakter yang rendah hati dan tidak menung-gu balasan dari apa yang telah dikeluarkan un-tuk bersedekah. Intinya, berbagi dan memberi pada alam dan manusia lainnya me rupakan wu-jud syukur dan sumber dari kebahagiaan sejati Rospitadewi & Efferin, 2017; Winarno & Sawar-juwono, 2021. Akun mental spesiîk versus ambigu. Da-lam mengatur keuangan pribadi selama pandemi Covid-19, ketiga informan Tyas, Dina dan Siska masih menerapkan mental accounting dalam pe-ngelolaannya, sedangkan Doni lebih menekan-kan pada nilai-nilai religius sebagai landasan berpikirnya. Oleh karena itu, pembahasan selan-jutnya hanya akan membahas pengalaman Tyas, Dina, dan keuangan pribadi Tyas terke-san lumayan îeksibel. Ia membentuk akun men-tal yang lebih umum dengan mencakup tiga hal, yaitu pengeluaran pokok, pengeluaran kesenang-an pribadi, dan investasi dana sisa. Dari ketiga akun tersebut, akun pengeluaran pokok dan in-vestasi memiliki deînisi yang lebih spesiîk tetapi batas limit pengeluaran dikelola secara îeksibel. Untuk akun kesenangan pribadi, Tyas memberi-kan contoh bagaimana akun ini bersifat ambigu dan memerlukan justiîkasi pengeluaran sebagai berikutâNah, untuk kebutuhan primer udah pasti makanan. Terus abis makanan, saya suka beli tas, tapi ndak mesti harus tiap bulan atau berapa bu-lan sekali ndak sih. Kebutuhan tiap bulannya pasti berubah-ubah tuh, misalnya bulan lalu saya udah beli skincare, bulan ini saya pengen beli kerudung baru, atau bulan depan pengen beli parfum atau apa gitu kan beda-beda kebutuhannya. Jadi, saya kurang menerapkan speciîc accountâ Tyas.Selama wawancara berlangsung, hobi ja-jan makanan dan berbelanja kebutuhan pribadi mendominasi setiap jawaban Tyas untuk semua pertanyaan yang diajukan. Selama pandemi, Tyas sering membeli jajanan dari luar yang ia sebut kebutuhan pokok. Selain memenuhi kebutuhan akan makanan, Tyas senang membeli tas, sebab memakai tas yang warnanya senada dengan baju yang ia kenakan bisa memberikan kesan lebih enak dipandang. Prioritas Tyas berikutnya dalam membelanjakan uangnya adalah untuk baju, hi-jab, dan skincare. Dari keseluruhan pengeluaran untuk kesenangan pribadi tersebut, Tyas tidak menyisihkan dana khusus yang Tyas sebut se-bagai speciîc account untuk masing-masing item barang yang akan ia beli. Atau dengan kata lain, akun pengeluarannya bersifat ambigu. Hampir sama dengan Tyas, Dina juga menerapkan pola pengelolaan keuangan pribadi berbasis mental accounting yang îeksibel. Namun Dina menam-bahkan proporsi anggaran yang diperuntukkan untuk masing-masing pos pengeluaran utama sehingga terkesan lebih ketat. Secara lebih rinci, Dina menggambarkannya sebagai berikutâYang tadi aku bilang kan, aku penuhi dulu pokoknya nih. Sebenarnya awal- awal aku tuh kayak mengalokasikan-nya benar-benar yang, oh, konsumsi aku harus 60% karena konsumsi ba-nyak kan, kebutuhan pokok itu 60% dari pendapatan. Nanti misalnya 20% buat keinginan aku, 10% buat in-faq, terus sisanya buat saving. Tapi ternyata itu tidak bertahan lama kar-na yang ilang savingnya sih kalau yang lainnya masihâ Dina.âKalau mau diurutkan, kredit dulu nomor satu. Kredit motor, kredit lap-top. Semua kewajiban-kewajiban itu diselesaikan dulu, baru kita belanja bulanan untuk makan satu bulan full. Baru nanti saya mau beli apa, kalau nggak cukup, baru saya alokasikan ke akun-akun barang yang mau saya beli. Soalnya kalau kreditan berma-salah juga susah. Jadi, rasanya lebih lega kalau saya sudah menyelesaikan kreditan dulu baru belanjaâ Siska.âKayak ndak mesti bulan ini harus nabungnya misal bulan lalu 300 ribu, bulan ini misalnya ndak wajib harus Brata, Hartiningsih, Dosinta, Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan... 23 300 ribu. Misalkan ada 200 ribu ya udah 200 ribu aja. Jadi nabung tuh kayak sisanya, sisa jakâ Tyas.Pernyataan ketiga informan tersebut menunjukkan adanya usaha untuk menyisihkan pemasukan ke dalam pos tabungan. Dina meng-anggap bahwa persentase anggaran diterapkan untuk mempermudah pengaturan. Akan tetapi pada tahap pelaksanaan, pos pengeluaran un-tuk kesenangan diri bisa bertambah dan melebihi batas 20%. Hal ini tentu berakibat pada berku-rangnya atau bahkan hilangnya sisa dana untuk menabung. Pada sisi lainya, sebagai anak per-tama dari tiga bersaudara, Siska memiliki tang-gung jawab yang sangat besar terhadap keluarga. Pengelolaan keuangan yang cermat dan ketat ha-rus dilakukan agar tidak menimbulkan masalah keuangan bagi keluarganya. Untuk itu, Siska membuat akun-akun mental dengan skala prio-ritas yang jelas. Lain halnya dengan Dina dan Sis-ka, Tyas selalu menghusahakan pos untuk mena-bung walaupun secara nominal tidak control versus self love. Idealnya, akun-akun mental yang terbentuk akan menja-di anggaran mental yang berfungsi dalam me-ngendalikan tingkat pengeluaran seseorang Thal-er, 1999, tetapi keberadaan akun ambigu dan godaan eksternal untuk berbelanja menyebabkan self-control dari proses mental accounting menjadi lemah. Kondisi ini dikenal sebagai malleable men-tal accounting Cheema & Soman, 2006. Di antara tanggapan-tanggapan informan, cerita Dina lebih lengkap dan detil menggambar-kan kondisi malleable mental accounting. Ketika Dina menerima gaji bulanan, hal pertama yang ia penuhi adalah kebutuhan pokok selama satu bu-lan. Setelah itu, sisa gaji ia belanjakan untuk hal-hal yang diinginkan pada bulan tersebut. Berikut ini adalah penuturannyaâMisalnya nih ketika awal bulan aku penuhi dulu kebutuhan pokoknya. Nah, setelah uang sisa dari itu baru aku alokasikan buat yang lain dan ndak setiap bulan aku punya keperlu-an yang memang aku pengen gitu. Nah, setiap bulan tuh keinginan itu tuh ber-beda. Misalnya bulan ini sepatu aku sudah jelek, berarti bulan ini pengen beli sepatu lagi. Nanti bulan depan kan ndak mungkin beli sepatu lagi, mungkin oh, gamis aku nih ada yang jelek harus ada yang diganti. Berarti bulan selanjutnya yang aku ingin kan tuh gamis gitu. Jadi, pokoknya dulu yang aku penuhi baru keinginan. Bu-kan berdasarkan uang yang sisanya itu bukan. Tapi berdasarkan keingin-an apa sih yang benar-benar aku pe-ngen di bulan ini gituâ Dina. Dari pemaparan Dina, terlihat bahwa akun mental untuk kebutuhan pokok memiliki deî-nisi yang jelas dan pengeluaran yang berkaitan de ngan akun tersebut diutamakan dan dikenda-likan secara ketat. Jika terdapat dana sisa, maka Dina akan memanfaatkan untuk membeli ba-rang-barang yang ia inginkan dalam bulan terse-but. Sampai titik ini, akun-akun mental Dina memiliki batasan yang jelas clear-cut. Namun, dalam kedua akun mental utama tersebut, Dina menyelipkan sebuah akun mental ambigu yang ia sebut sebagai self love. Akun mental ini bersi-fat ambigu pada pelaksanaannya, karena dapat dikategorikan sebagai makanan/minuman pos kebutuhan pokok atau hiburan pos keinginan pribadi sehingga akun ini dapat menarik anggar-an dari kedua pos utama. Selain itu, tanpa ber-pikir panjang, Dina bersedia mengeluarkan uang untuk memenuhinya, seperti yang dipaparkan berikutâKarena buat aku kadang ketika kita habis ngelakukan sesuatu yang sulit benar karna aku self love, jadi buat aku harus ada self rewardingâŠdan aku ndak akan mikir-mikir masalah budget. Kalau itu tuh misalnya aku habis ngerjain sesuatu yang tingkat kesusahannya susah benar setelah itu, yok kita selesaikan tugas ini. Habis tugas ini selesai kite makan. Makan itu makan yang beda, minum-lah karena aku suka minuman kan. Habis kita ngerjakan ini kita ke Cafe Jojo. Itu aku ndak bakal mikir har-ganya berapa, ndak akan mikir ke situ gituâŠlangsung aku keluarinâ Dina.Bagi Dina, pemenuhan self love bukanlah hal yang perlu perhitungan. Setelah melakukan dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sangat sulit, Dina selalu memberikan dirinya self reward. Adapun gerakan self love ini mu-lai ba nyak dipraktikkan sejak tahun 2018 dan didukung oleh Komunitas Love Yourself Indonesia yang masih aktif sampai saat ini. Konsep self love sendiri dikenalkan lewat novel Hello Salma yang kemudian dibuatkan îlm dengan judul yang sama karangan Erisca Febriani. Pesan yang ingin disampaikan dari konsep ini adalah apresiasi ke-pada diri sendiri atau self rewarding dengan cara masing-masing agar terhindar dari mental illness dan bisa beraktivitas dengan pikiran yang sehat. Konsep love yourself menginspirasi Dina untuk melakukan self rewarding setelah menyelesaikan tugas berat. Setelah memahami pola pengeluaran dan konsep self love yang selama ini dipraktikkan oleh Dina, dapat disimpulkan bahwa proporsi gaji yang awalnya diperuntukkan bagi tabungan bulanan lenyap karena adanya akun mental self 24 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 13, Nomor 1, April 2022, Hlm 16-31 love yang bersifat ambigu dan kurang terken-dali. Thaler 1999 dan Zhang & Sussman 2018 berargumentasi bahwa ketidakmampuan men-tal accounting seseorang dalam mengindetiîkasi akun yang sesuai untuk pos ambigu demikian akan memicu overspending. Untuk memperkuat dugaan ini, peneliti menanyakan seberapa sering Dina melakukan self rewarding dalam sebulan, Dina menuturkan ââŠtergantung dalam bulan itu berapa kali aku butuh self reward. Misalnya bulan-bulan itu benar-benar berat, kan harus lebih banyak tuh self re-wardnya. Meskipun nominalnya ke-cil-kecil. Misalnya es krim. Kalau mis-alkan dalam seminggu aku stresnya lima kali, artinya aku harus lima kali beli es krim kalau pas pengennya es krimâ Dina.Tanggapan ini memberikan alasan yang jelas mengapa Dina kurang mengontrol aktivi-tas self love. Tingkat stres yang Dina alami pada masa pandemi inilah yang menjadi jawabannya. Sehingga Dina berulang kali melakukan self re-warding sebagai wujud self love untuk memberi-kan kebahagiaan sesuai konsepsi diri dan self report. Evaluasi keputusan keuangan merupakan bagian yang penting dalam mengendalikan penggunaan dana. Evaluasi ini akan menguji apakah putusan pem-belian yang dilakukan tersebut bernilai dan te-lah sesuai dengan batasan pengeluaran yang te-rekam dalam anggaran mentalnya Thaler, 1999. Rentang waktu dan frekuensi evaluasi juga akan mempengaruhi dampak dari evaluasi tersebut Xiao & OâNeill, 2018.Dalam proses evaluasi, pikiran seseo-rang akan mengukur setiap putusan pembelian pengeluaran dan memutuskan apakah pembeli-an tersebut menguntungkan favorable atau me-rugikan unfavorable berdasarkan nilai yang ter-kandung Nurul & Hamidah, 2021. Berdasarkan teori ekonomi, suatu pembelian dianggap bernilai tinggi ketika nilai yang diperoleh lebih besar dari pengorbanan yang diberikan acquisition utility dan nilai dari pengorbanan tersebut sama de-ngan atau lebih rendah dari referensi penawaran lainnya transaction utility Rospitadewi & Efferin, 2017; Thaler, 1999.Pada praktiknya, seseorang juga akan menganggap suatu pembelian itu bernilai ketika pembelian tersebut dapat menjadi sarana dalam membangkitkan emotional value. Dalam hal ini, Rospitadewi & Efferin 2017 menyebutkan bah-wa emotional value meliputi materi, momen, atau pengalaman yang membuat seseorang merasa bahagia. Sayangnya, literatur sebelumnya tidak merinci bagaimana seseorang mengevaluasi emo-tional value dari setiap putusan keuangan yang telah dibuat. Bersumber dari kesadaran spiritual yang dimilikinya, Doni mengutarakan dua prinsip dasar dalam mengevaluasi emotional value dari pengeluarannya. Hal ini terungkap dari kutipan sebagai berikut âPrinsipnya tuh intensitas dipake atau digunakan, yang kedua adalah ke-bermanfaatanâ Doni.Terlihat jelas dari penjelasan ini bahwa Doni membagi prinsip-prinsip evaluasi emotional value ke dalam dua kelompok besar. Keduanya adalah pertanggungjawaban atas pemanfaatan nilai ba-rang yang diperoleh ke Sang Pemberi Tuhan dan pertanggungjawaban pemanfaatan nilai barang ke sesama dalam bentuk kebermanfaatan. Dalam hal intensitas pemakaian, Doni seringkali bertanya lebih dahulu pada dirinya sendiri terkait kapan barang tersebut akan di-gunakan dan seberapa sering pemakaiannya. Untuk lebih jelasnya, Doni memberikan contoh dari pengalam annya dalam memilih baju yang akan dipakai sehari-hari. Ia akan berupaya agar baju-baju yang ada terpakai semua minimal dua kali dalam sebulan. Alasan mendasar dari Doni bersikap demikian adalahââŠkarena meminimalisir mubazir sih. Sayang kalau nanti misalnya nih ya, beli baju dihisab nih untuk apa baju antum beli nih? Rupe disimpan jak, ngape ndak antum gunakan untuk ibadah? Karena semua bakal dihisabâ Doni.Terlihat jelas bahwa contoh intensitas pe-makaian merupakan wujud tanggung jawab Doni yang berorientasi kepada Tuhan. Dia mengang-gap bahwa Tuhan telah memberikan berkah dan kenikmatan sehingga pemanfaatan sumber daya yang diperoleh harus dilandasi dengan rasa syukur dan tanggung jawab Gafur et al., 2021; Winarno & Sawarjuwono, 2021.Doni secara lebih lanjut juga menjelaskan prinsip kebermanfaatan dari pengeluarannya dengan memberikan contoh tentang pembiayaan liburan untuk orangtuanya. Hal ini tercermin da-lam kutipan sebagai berikutâIntinya tuh doa sama Allah, kita pe-ngen ngajak orang tua jalan-jalan pas bulan itu rezeki tuh emang ade. Rental mobil, penginapan, semuanya. Karena pas kite mengeluarkan untuk orang tua ndak berkurang sama sekali uang kite, malah kite lagi nabung. Bahagia banget sampai sekarang bahagianyaâ Doni.Kebermanfaatan yang tercermin dalam per-nyataan Doni tidak sebatas pada level keluarga. Brata, Hartiningsih, Dosinta, Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan... 25 Di samping itu, Doni juga menceritakan tentang nilai kebermanfaatan yang ia rasakan sewaktu membantu adik-adik santri di Gerakan 5 Ribu Satu Surah G5KSS. Hal ini seperti yang diung-kapkan pada pernyataan berikutâMisalnya nih di agenda G5KSS, tanya dulu mereka butuh apa misal mereka mau sepatu baru atau tas atau buku atau kitab, jadi kite belikan mereka tuh. Perasaannya senang pas sudah kebeli wah alhamdulillah nih dan yang dibeli tuh bermanfaat. Jadi tuh kadang mengalahkan nilai yang dike-luarkan. Merasa aman, merasa baha-giaâ Doni. Sewaktu wawancara menyinggung masalah jumlah uang dan pengeluaran, Doni menekankan bahwa kebermanfaatan lebih penting dari kuan-titas uang yang dikeluarkan. Lebih lanjut, Doni mengungkapkannya pada kutipan berikut iniâNilai kebutuhan bukan dari nilai uang nya. Intinya kenapa saya ndak lihat dari kuantitas karna tadi takut-nya ketika melakukan kebutuhan kuantitas yang besar jadi ndak baha-giaâ Doni.Pernyataan Doni menunjukkan betapa ingin nya dirinya menjadi pribadi bermanfaat. Jumlah uang tidak menjadi landasan atau uku-ran tingkat kebahagiaan baginya. Sebaliknya, ke-bahagiaan lebih tergantung pada kebermanfaatan yang dihasilkan, yaitu ketika bisa memenuhi ke-butuhan diri sendiri, keluarga, dan sisi lainnya, unsur kebermanfaatan juga disinggung oleh Siska dan Tyas. Hal ini tercermin dalam wawancara yang dituturkan se-bagai berikutâDari segi manfaatnyaâŠkarena saya nggak punya sepatu lagi, sepatu saya sudah pada rusak kan, saya perlu pake. Akhirnya ya itu, saya beliâŠjadi misalnya saya masih punya sepatu nih, sepatu saya masih bagus, kemu-ngkinan selucu apapun itu barang itu saya nggak ambil. Karena kita kan masih punya yang bisa dipakai untuk apa membeli sesuatu yang tidak kita butuhkan di masa seperti iniâ Siska.âNah, jadi karena masa pandemi ini kalau saya mau beli barang kayak mikir-mikir dulu. Barang mane yang penting atau barang mane yang ndak penting saya pisahin dulu. Sekira nya itu penting, saya beli. Kalau ndak terlalu penting, ndak saya beli. Nah, kecuali kalau makanan tadi tuh saya ndak mikir-mikir karena saya pikir makanan tuh memang kebutuhan primerâ Tyas. Dari dua kasus yang diungkapkan oleh Tyas dan Siska, terlihat bahwa kebermanfaatan bisa menjadi ukuran yang efektif dalam menge-lola keuangan selama pandemi. Hal ini juga bisa menekan pengeluaran yang kurang penting kare-na godaan eksternal sehingga dana teralokasi dengan evaluasi nilai yang diperoleh dari se-tiap pengeluaran, pikiran seseorang juga akan mengevaluasi ketercapaian anggaran mental ber-dasarkan rentang waktu evaluasi Xiao & OâNeill, 2018. Semakin sering seseorang melakukan evaluasi putusan pengeluaran, semakin kecil ke-mungkinan ia akan mengalokasikan uang untuk pencapaian tujuan jangka panjang Thaler, 1999. Wawancara dengan Dina menunjukkan dimensi ini, sebagaimana dijelaskannya sebagai berikutâKetika mau akhir bulan nih, detik-detik akhir bulan di waktu-waktu ter-tentu kadang aku ngerasa kok uang udah habis ye? Ingat-ingat apa yang aku beliâ Dina.Dina tidak melakukan evaluasi pengelu-aran setiap kali putusan pengeluaran diambil. Sebaliknya, ia mengevaluasi kembali pengeluaran berdasarkan siklus gaji bulanan. Maka dari itu, pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pembelian barang-barang pribadi dan kegiatan self love tetap didanai. Dapat disimpulkan bahwa meskipun Dina tidak terjebak pada permasalahan putusan myopic akibat dari rentang waktu eva-luasi yang dekat, ia mengalami malleable mental accounting dalam pengelolaan setelah mendapat sesuatu yang diinginkan. Setelah membeli atau memperoleh apa yang diinginkan, seseorang akan merasakan kebahagiaan. Namun tidak semua orang akan mengekspresikan kebahagiaannya secara terbu-ka, mengikuti karakter masing-masing individu dalam menyikapi kebahagiaan tersebut, setidak-nya seperti Dina dan Siska. Berikut ini pernyata-an lengkapnyaâTernyata kebelinya setelah 5 bulan kemudian. Nah, pas kebeli tuh aku ngerasa bahagia tuh lebih ke ber-syukur ternyata kebeli gitu. Mungkin karna aku orangnya îat kali ya. Bu-kan tipe orang yang ekspresif tipe yang anggap semuanya biasa jakâ DinaâWah senang, excited banget pas per-tama kali datang. Barang-barang yang udah kita pengen. Senang sekali pas 26 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 13, Nomor 1, April 2022, Hlm 16-31 barang itu datang dari kurir itulah rasanya pas unboxing wah-wah-wah. Ya, seperti ituâ Siska.Pernyataan kedua orang tersebut menun-jukkan perbedaan. Sebagai seorang yang lebih ekspresif, Siska menceritakan kebahagiaan nya ketika berhasil membeli sebuah sepatu baru setelah menabung kurang lebih tiga bulan. Se-beliknya, Dina menyikapi kebahagiaan sewaktu mendapatkan sesuatu yang ia inginkan dengan bersyukur juga diungkapkan oleh Doni ketika ia berhasil membeli sesuatu yang bermanfaat. Menurut Doni, perasaan bersyukur akan membuat kebahagiaan yang ia rasakan bertahan lebih lama dan terus berlanjut selama masa kebermanfaatan dari barang tersebut ma-sih ada, seperti kutipan sebagai berikutââŠorang yang ndak bahagia dengan apa yang dipunya hari ini berarti die ndak bersyukur. Makanya tadi masih ade beli lagi, namenye kan itu ndak bersyukur banget. Dan syukur dalam bahasa umum adalah menghargai apa yang udah diberikan ke kiteâ Doni.Pernyataan Doni menepis kekhawatiran dari Rospitadewi & Efferin 2017 tentang je bakan hedonic treadmill. Secara konsep, hedonic tread-mill menggambarkan kondisi kebahagiaan sese-orang yang bersifat sementara dan akan berang-sur-angsur menghilang setelah memiliki barang yang ia inginkan. Oleh karena itu, seseorang akan berusaha membeli atau mendapatkan se suatu lainnya dalam rangka pemenuhan keingin an dan memberikan kebahagiaan. Dengan kata lain, seseorang merasa terbiasa beradaptasi dengan keberadaan barang yang ia beli dan level keba-hagiaan terus menurun serta pada suatu ti tik akan kembali ke level sebelum memiliki barang tersebut. Namun dengan bersyukur, seseorang akan menghargai barang yang didapat dan mulai merasakan nilai sesungguhnya dari keberadaan barang tersebut serta menemukan nilai manfaat-nya. Perasaan bersyukur juga menghindarkan seseorang dari jebakan kebahagiaan sesaat yang mudah pudar karena kebahagiaan selalu ada sepanjang masa manfaat dari barang yang diper-oleh sehingga keinginan untuk melakukan pem-belian dan pengeluaran secara berlebihan dapat dari malleable mental account-ing di masa pandemi Covid-19. Secara umum, makna kebahagiaan bergantung pada konsepsi mental seseorang dalam mendeînisikan kebaha-giaannya. Setiap individu secara subjektif men-deînisikan unsurîunsur kebahagiaan dan me-mandang suatu peristiwa, materi, dan momen sebagai sesuatu yang membahagiakan atau ti-dak. Sebaliknya, jika terdapat unsur kebahagiaan yang hilang atau tidak dapat terpenuhi, maka tingkat kebahagiaan seseorang akan menurun. Oleh karena itu, makna kebahagiaan menjadi bervariasi di antara konsepsi mental yang diungkapkan oleh informan penelitian Tabel 2, makna keba-hagiaan hidup pada awal pandemi adalah energi positif dalam diri, spiritualitas, kebersamaan, dan hubungan yang baik, serta kebermanfaatan bagi sesama. Untuk dapat mengalirkan energi positif dalam diri selama pandemi, informan penelitian mengungkapkan upaya-upaya mereka dalam memulihkan suasana hati emotional focused cop-ing Yen et al., 2021 melalui perilaku self love dan menyediakan waktu untuk me time. Sayangnya, efek dari strategi coping ini ti-dak dapat bertahan lama sehingga memerlukan pemenuhan secara berulang-ulang karena stress-or misalnya kecemasan pandemi dan tekanan hidup masih tetap mengganggu mental infor-Tabel 2. Perbandingan Konsepsi dan Cara Kerja Mental AccountingKategori Doni Siska Tyas DinaMakna Kebahagiaan Mindfulness, Memberi dan BerbagiKebersamaan, Pemenuhan KebutuhanKebersamaan, Jajan MakananInteraksi Sosial, Mitigasi StresIsu Pandemi Menjadi JustiîkasiTidak Ya Ya YaAkun Mental - Ambigu Ambigu AmbiguSelf-Control Tinggi Sedang Lemah LemahEvaluasi Diri Prinsip Emotional ValueNilai Manfaat BarangNilai Manfaat BarangNilai Manfaat BarangSelf-Report - Setelah Pembelian Setelah Pembelian Siklus GajiHedonic Threadmill Tidak Ya Tidak TidakMalleable Mental AccountingTidak Netral Ya YaEvaluasi Emotional ValueVertikal dan HorizontalVertikal Vertikal VertikalBrata, Hartiningsih, Dosinta, Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan... 27 man pada masa pandemi. Meskipun begitu, pe-menuhan strategi coping yang diikuti dengan rasa syukur akan menekan resiko jebakan keba-hagiaan sesaat hedonic treadmill serta terhindar dari perilaku mubazir dan konsumsi informan wanita, pemulihan suasana hati emotional focused coping merupakan hal penting pada masa pandemi karena wanita le-bih peduli akan kesejahteraan mentalnya Ran-ta et al., 2020. Sebagai mahasiswi yang beker-ja, informan wanita mengalami burnout karena beban kerja yang bertambah sebagai akibat dari kebijak an WFH dan tugas kampus yang men-dorongnya untuk menerapkan strategi emotional focused coping. Hal ini juga sesuai dengan lapo-ran reîektif feminis dari Aldossari & Chaudhry 2021 bahwa pekerja wanita mengalami burnout yang bertingkat-tingkat selama pandemi karena meningkatnya tanggung jawab yang diemban se-hubungan dengan urusan rumah tangga dan ker-ja. Selain itu, kebijakan WFH menciptakan ambi-guitas beban dan ruang kerja bagi pekerja wanita di rumah yang menurunkan kesejahteraan men-talnya Boncori, 2020. Oleh karena itu, pekerja wanita perlu menyediakan waktu me time untuk memulihkan mood dan untuk konservasi energi dan pemulihan mood tentu saja menjadi justiîkasi mental yang baik untuk menambah pos-pos be-lanja di luar belanja kebutuhan hidup. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai efekti-vitas mental accounting dalam mengelola keuang-an pribadi. Dilihat dari konsepnya, proses men-tal accounting bermula dari penentuan framing effect dari setiap pos keuangan seseorang yang dikuti dengan pembukaan akun spesiîk Thaler, 1999. Fungsi dari akun spesiîk ini adalah un-tuk mengelompokkan kategorisasi sumber dana dan pengeluaran seseorang sehingga dapat mem-permudah pengambilan keputusan keuang an dan menerapkan batasan-batasan pengeluar an Zhang & Sussman, 2018. Maka dari itu, akun spesiîk ini digunakan untuk memandu pembe-lian dan berfungsi sebagai alat self control Sui et al., 2021 agar tidak terjadi overspending dan memberikan nilai lebih serta meminimalisasi risiko kerugian. Setelah proses pembelian terjadi, evaluasi diri dilakukan dengan membandingkan pembelian dengan target nilai yang ingin diper-oleh sehingga tingkat kepuasan kebahagiaan dapat dinilai. Sayangnya, di sisi lain akan dapat membuat fungsi mental accounting dalam diri seseorang dapat menjadi lunak malleable.Berdasarkan pemaparan informan, perasaan stres dan beban hidup pada masa pan-demi menjadi framing effect yang baik untuk menambah belanja karena mereka yakin bahwa keputusan ini tepat dan dinilai yang terbaik se-bagai upaya coping dan mendapatkan kemba-li makna kebahagiaannya. Hal ini merupakan alasan pertama mengapa malleable mental ac-counting terjadi pada kasus informan. Selanjut-nya kelemahan proses mental accounting dalam diri informan juga diperparah dengan muncul-nya ambiguitas dalam mendeînisikan akun spe-siîk, seperti yang diungkapkan oleh Zhang & Sussman 2018. Sesuai dengan hasil penelitian Cheema & Soman 2006 dan Sui et al., 2021, informan memberikan label akun yang berbeda untuk aktivitas self love dalam berbagai kesem-patan. Sebagai contoh, keputusan pembelian da-lam âmembeli es krimâ sebagai bentuk self love dapat dilabeli menjadi pemenuhan kebutuhan pokok, sedangkan di lain kesempatan dapat dila-beli menjadi pemenuhan keinginan pribadi. Jus-tiîkasi label akun ini bergantung pada nilai sisa lebih anggaran dari kedua pos belanja ini, yang tentu saja membuat fungsi self control dari mental accounting menjadi sangat lemah malleable dan kegagalan mental accounting ini memicu over-spending. Selain itu, informan juga tidak memiliki sav-ing goal yang ketat dalam pengelolaan keuang-annya sehingga terjadi malleable mental account-ing. Terlihat jelas melalui cerita informan bahwa proporsi dana yang dijadikan tabungan adalah dana sisa setiap bulan. Jika pengeluaran pada bulan berjalan melebihi proporsi yang disiapkan, maka proporsi dana sisa untuk tabung an juga dipakai untuk menutupi kebutuhan pengelu-aran. Implikasinya, tidak ada dana yang tersisa untuk ditabung pada bulan tersebut. Cerita ini juga memperkuat hasil penelitian Antonides et al. 2011 bahwa jika seseorang memiliki sav-ing goals yang jelas, maka saving goals tersebut akan melabeli akun-akun mentalnya dan men-dorong upaya mental budgeting. Bahkan saving goals dapat mendorong seseorang mengejar dis-kon barang-barang ritel yang tertinggi atau tidak jadi membeli pada titik ekstrimnya karena keter-sediaan anggaran menjadi bahan evaluasi yang baik dalam diri seseorang Ha et al., 2006; Scheer et al., 2010.Kendati demikian, terlalu ketatnya fungsi mental accounting dalam memandu pengeluaran juga tidak baik untuk mengupayakan pencari-an makna kebahagiaan selama masa pandemi ini. Sebagai penyeimbang bagi aktivitas utama perkuliahan dan kerja, informan perlu relaksasi mental dan emosi. Untuk meningkatkan mood dan affective, informan menggunakan akun-akun ambigu untuk menjustiîkasi konsumsiîkonsum-si yang berhubungan dengan upaya coping serta menyiapkan alasan-alasan mental dengan cara motivated reasoning. Fenomena ini memperkuat temuan penelitian Loureiro & Haws 2015 dan Nurul & Hamidah 2021 bahwa bias mental ac-counting lebih mengutamakan model pemikiran analitis berbasis motivated reasoning dalam merancang justiîkasi mental daripada model pemikiran yang lebih holistik. Seperti yang ditu-turkan oleh informan, bahwa evaluasi pembelian yang dilakukan setelah mengambil putusan jus-tru memunculkan perasaan sedih dan penyesalan karena fungsi nilai tidak sesuai dengan ekspekta-si dan timbulnya deîsit anggaran belanja Xiao 28 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 13, Nomor 1, April 2022, Hlm 16-31 & OâNeill, 2018. Dengan adanya rentang waktu evaluasi yang lebih lama justru dapat membebas-kan informan dari permasalahan jebakan myopic dalam putusannya. Dengan demikian, pos pem-belian barang-barang untuk kesenangan pribadi dan aktivitas self love tetap terdanai dan upaya coping terlaksana dengan baik. Hal ini tentu saja menjadi sisi positif dari keberadaan malleable mental pada awal masa pandemi me-mang diliputi kecemasan dan ketidakpastian. Setiap individu berusaha mencari makna keba-hagiaan baru sebagai remidi atas apa yang hi lang semasa pandemi sehingga upaya pencarian mak-na kebahagiaan lebih berorientasi pada coping diri self coping. Namun makna kebahagiaan hidup dapat pula diperoleh secara relasional dan spiri-tual Carranza Esteban et al., 2021; Ekwonye et al., 2021. Seperti yang dipaparkan salah seorang informan penelitian ini, bahwa pada saat memberi sesuatu kepada sesama, seseorang dapat merasa sangat bahagia dan yakin bahwa karena itulah, ia mendapat lebih banyak. Tentu saja kebahagiaan yang ia peroleh bersumber dari emotional value putusan keuangannya, yaitu perasaan keberman-faatan bagi sesama dan ketentraman batin kare-na telah menjalankan ajaran agama. Kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup seseorang juga merupakan sumber kebahagiaan mental dan berfungsi sebagai strategi coping yang baik pada masa pandemi ini Sherman et al., 2021. Di samping itu, fungsi nilai yang diperoleh dari pemanfaatan barang memberikan kebahagiaan sejati dan hakiki yang tidak terjebak dalam ke-bahagiaan sesaat hedonic treadmill Rospitadewi & Efferin, 2017. Konsep evaluasi emotional value yang didapat dari penelitian ini memperluas pe-ngetahuan di bidang akuntansi dan keperilakuan bahwa nilai manfaat dari pembelian suatu barang dapat dipertanggungjawabkan secara vertikal ke-pada Sang Pemberi Tuhan dan secara horizontal kepada sesama dalam bentuk kebermanfaatan. SIMPULANTerlepas dari perdebatan tentang baik bu-ruknya keberadaan malleable mental accounting dalam pengelolaan keuangan pribadi, proses mental accounting menunjukkan keunikan kog-nitif manusia dalam membuat keputusan keuan-gan. Bagi sebagian masyarakat, pandemi identik dengan ketakutan, ketidakbahagian, dan keti-dakstabilan emosi sehingga upaya coping perlu dilakukan untuk memulihkan mood dan affective. Kasus-kasus penelitian ini menunjukkan bah-wa seorang mahasiswa juga dapat merasa stres akibat beban perkuliahan dan kerja, kognitifnya menyediakan remidi dan mencari celah justiîkasi untuk membenarkan pengeluaran dalam rang-ka pemulihan mood dan self love sehingga fungsi self control dari mental accounting menjadi mal-leable. Ketika ditanya apakah putusan pembelian yang dilakukan bernilai dan layak didanai, kogni-tif manusia langsung menyediakan alasan yang meyakinkan untuk membenarkannya. Di sam-ping itu, ambiguitas akun mental seseorang un-tuk pos-pos hedonic expenses juga memberikan celah baru munculnya malleable mental account-ing. Kondisi malleable ini akan diperparah keti-ka intensitas evaluasi diri terbilang rendah atau dilakukan dalam jangka waktu yang lumayan lama. Akan tetapi, jika suatu putusan pembelian diikuti rasa syukur, maka perasaan kebahagiaan akan tetap terasa sepanjang umur manfaat dan terlepas dari jebakan hedonic dari konsep ekonomi mental ac-counting, kebahagiaan dapat tercapai ketika pu-tusan pembelian dapat memberikan gain bukan loss dan mengoptimalkan fungsi nilai ekonomi. Namun kebahagiaan mental manusia sesung-guhnya lebih kompleks dari kebahagiaan yang di-pandang dari sisi ukuran ekonomi. Bukan hanya gain atau loss yang menjadi tujuan akhir putus-an pembelian, melainkan kognitif manusia juga dapat mengenali unsur lain pembentuk kebaha-giaan, yaitu emosi dan religi. Untuk memperta-jam kognitif seseorang dalam evaluasi putusan pembelian, penelitian ini mengusulkan dua prin-sip evaluasi emotional value dari putusan pembe-lian yang dapat mengoptimalkan kepuasan batin pembelinya, yaitu evaluasi pemakaian sumber daya dalam bingkai rasa syukur kepada Tuhan dan evaluasi nilai kebermanfaatan dari penggu-naan sumber daya bagi TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Editor in Chief, tim editorial dan manajemen serta mitra bestari yang memberikan saran-saran konstruk-tif dalam menyempurnakan manuskrip RUJUKANAldossari, M., & Chaudhry, S. 2021. Women and Burnout in the Context of a Pandemic. Gen-der, Work & Organization, 282, 826â834. G., Manon de Groot, I., & Fred van Raaij, W. F. U. 2011. Mental Budget-ing and the Management of Household Fi-nance. Journal of Economic Psychology, 324, 546â555. I. 2020. The Never-Ending Shift a Feminist Reîection on Living and Organiz-ing Academic Lives During the Coronavirus Pandemic. Gender, Work & Organization, 275, 677â682. C., Pego, L., Escamilla, J., & Hosseini, S. 2021. The Impact of the COVID-19 Pandemic on Studentsâ Feel-ings at High School, Undergraduate, and Brata, Hartiningsih, Dosinta, Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan... 29 Postgraduate Levels. Heliyon, 73, 1â11. W., Fang, Z., Hou, G., Han, M., Xu, X., Dong, J., & Zheng, J. 2020. The Psychological Im-pact of the COVID-19 Epidemic on College Students in China. Psychiatry Research, 287, 1â5. Esteban, R. F., Turpo-Chaparro, J. E., Mamani-Benito, O., Torres, J. H., & Arena-za, F. S. 2021. Spirituality and Religious-ness as Predictors of Life Satisfaction Among Peruvian Citizens During the COVID-19 Pandemic. Heliyon, 75, 1â6. A., & Soman, D. 2006. Malleable Men-tal Accounting The Effect of Flexibility on the Justiîcation of Attractive Spend-ing and Consumption Decisions. Journal of Consumer Psychology, 161, 33â44. I. N., & Aneswari, Y. R. 2015. Par-adigma Interpretif pada Penelitian Akun-tansi Indonesia. Jurnal Akuntansi Multi-paradigma, 63, 350â361. J., Zhou, F., Hou, W., Silver, Z., Wong, C. Y., Chang, O., Drakos, A., Zuo, Q. K., & Huang, E. 2021. The Prevalence of De-pressive Symptoms, Anxiety Symptoms and Sleep Disturbance in Higher Education Stu-dents During The COVID-19 Pandemic A Systematic Review and Meta-Analysis. Psy-chiatry Research, 301, 1â20. N. F., & Brata, H. 2020. Politik Penamaan dalam Pelaporan Korporat Pascaimplemen-tasi Integrated Reporting. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 111, 138â158. A. U., Ezumah, B. A., & Nwosisi, N. 2021. Meaning in Life and Impact of COVID-19 Pandemic on African Immigrants in the United States. Wellbeing, Space and Society, 2, 1â8. A. U., & Nwosisi, N. G. 2021. The Im-pact of Negative Life Events Nles on Spiri-tuality a Qualitative Study on the Perspec-tives of Nigerian Catholic Women Religious in the United States. Journal of Spirituality in Mental Health, 232, 155â179. M. B., & Villiers, C. D. 2017. Telephon-ic Qualitative Research Interviews When to Consider Them and How to do Them. Meditari Accountancy Research, 252, 291â316. A., Abdullah, R., & Adawiyah, R. 2021. Akuntabilitas Berbasis Amanah pada Pon-dok Pesantren. Jurnal Akuntansi Multi-paradigma, 121, 95â112. M., CichoĆ, E., & Kiejna, A. 2021. COVID-19 Pandemic Fear, Life Satisfaction and Mental Health at the Initial Stage of the Pandemic in the Largest Cities in Poland. Psychology, Health & Medicine, 261, 107â113. J. 2017. Case Study Research Princi-ples and Practices 2nd ed.. Cambridge Uni-versity H. H., Hyun, J. S., & Pae, J. H. 2006. Consumersâ âMental Accountingâ in Re-sponse to Unexpected Price Savings at the Point of Sale. Marketing Intelligence & Planning, 244, 406â416. R., Nishio, A., & Yamamoto, M. 2021. The Effect of Remote Learning on the Men-tal Health of First Year University Stu-dents in Japan. Psychiatry Research, 295, 1â10. E. 2018. The Use of Videoconferencing for Qualitative Interviewing Opportunities, Challenges, and Considerations. Clinical Nursing Research, 281, 3â8. Y. K., & Haws, K. L. 2015. Positive Af-fect and Malleable Mental Accounting An Investigation of the Role of Positive Affect in Flexible Expense Categorization and Spend-ing. Psychology & Marketing, 326, 670â677. M., & Hamidah. 2021. Makna Investa-si Berdasarkan Mental Accounting dan Gender. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 122, 285â311. E., Pierro, R. Di, Perego, G., Bottini, M., Cas-ini, E., Ierardi, E., Madeddu, F., Mazzetti, M., Riva Crugnola, C., Taranto, P., & Mat-tei, V. D. 2021. Short-Term Psychological Consequences of the COVID-19 Pandemic Results of the First Wave of an Ecological Daily Study in the Italian Population. Psy-chiatry Research, 305, 1â11. S. Q., & Dumay, J. 2011. The Quali-tative Research Interview. Qualita-tive Research in Accounting & Man-agement, 83, 238â264. M., Silinskas, G., & Wilska, 2020. Young Adultsâ Personal Concerns during the COVID-19 Pandemic in Finland An Is-sue for Social Concern. International Jour-30 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 13, Nomor 1, April 2022, Hlm 16-31 nal of Sociology and Social Policy, 409/10, 1201â1219. E., & Efferin, S. 2017. Mental Ac-counting dan Ilusi Kebahagiaan Memaha-mi Pikiran dan Implikasinya bagi Akun-tansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 81, 18â34. L. K., Shehryar, O., & Wood, C. M. 2010. How Budget Constraints Impact Consumersâ Response to Discount Presen-tation Formats. Journal of Product & Brand Management, 193, 225â232. A. C., Park, C. L., Salsman, J. M., Williams, M. L., Amick, B. C., Hudson, T. J., Messias, E. L., & Simonton-Atchley, S. 2021. Anxiety, Depressive, and Trauma Symptoms during the COVID-19 Pande-mic Evaluating the Role of Disappointment with God. Journal of Affective Disorders, 293, 245â253. L., Sun, L., & Geyfman, V. 2021. An Assess-ment of the Effects of Mental Accounting on Overspending Behaviour An Empirical Study. International Journal of Consumer Studies, 452, 221â234. E., Teferra, A. A., Keller-Hamilton, B., Shaw, S., Kahassai, S., Curran, H., Paskett, E. D., & Ferketich, A. K. 2021. Perceived Changes in Mood and Anxiety Among Male Youth During the COVID-19 Pandemic Findings From a Mixed-Meth-ods Study. Journal of Adolescent Health, 692, 227â233. R. H. 1999. Mental Accounting Mat-ters. Journal of Behavioral Decision Making, 123, 183â206. A., & Whitaker, J. 2021. Play and Play-fulness for Health and Wellbeing A Pana-cea for Mitigating the Impact of Coronavirus COVID 19. Social Sciences & Humanities Open, 41, 1â5. S., Kabadayi, S., & Paluch, S. 2021. To Dine or Not To Dine? Collective Well-being in Hospitality in the COVID-19 Era. International Journal of Hospitality Manage-ment, 95, 1â12. B., Waygood, E. O. D., Daziano, R. A., Patterson, Z., & Feinberg, M. 2021. Does Hedonic Framing Improve Peopleâs Willingness-to-Pay for Vehicle Green-house Gas Emissions?. Transportation Research Part D Transport and Environ-ment, 98, 1â17. W. A., & Sawarjuwono, T. 2021. Kri-tik Atas Triple Bottom Line Perspektif Me-mayu Hayuning Bawana. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 121, 113â131. J., Lee, M., LeSuer, W., Barr, P., Newton, K., & Poloma, M. 2017. Altruism and Existential Well-Being. Applied Research in Quality of Life, 121, 67â88. J. J., & OâNeill, B. 2018. Mental Account-ing and Behavioural Hierarchy Under-standing Consumer Budgeting Behaviour. International Journal of Consumer Studies, 424, 448â459. D. A., Cappellini, B., Yang, H. P., & Gupta, S. 2021. Coping with Coping Internation-al Migrantsâ Experiences of the Covid-19 Lockdown in the UK. British Journal of Man-agement, 324, 1219â1241. R. K. 2017. Case Study Research and Appli-cations Design and Methods 6th ed.. Sage Y., & Du, X. 2020. Addressing Collegiate Mental Health Amid COVID-19 Pandemic. Psychiatry Research, 288, 1â3. C. Y., & Sussman, A. B. 2018. Perspec-tives on Mental Accounting an Explora-tion of Budgeting and Investing. Financial Planning Review, 11â2, 1â10. S. Z., Wong, J. Y. H., Luk, T. T., Wai, A. K. C., Lam, T. H., & Wang, M. P. 2020. Mental Health Crisis under COVID-19 Pandemic in Hong Kong, China. International Journal of Infectious Diseases, 100, 431â433. Hartiningsih, Dosinta, Malleable Mental Accounting dan Makna Kebahagiaan... 31 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this NurulHamidah HamidahAbstrak â Makna Investasi Berdasarkan Mental Accounting dan Gender Tujuan Utama â Penelitian ini berupaya Memahami fenomena mental accounting dan karakteristik gender dalam kegiatan investasi. Metode - Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi untuk memahami fenomena keputusan investasi sesuai dengan pengalaman masing-masing partisipan. Partisipan terdiri dari tujuh wirausahawan dengan jenis usaha yang berbeda antara satu sama lain. Temuan Utama - Wirausahawan memahami bahwa penganggaran merupakan suatu kewajiban ketika ingin melakukan investasi. Mereka berani melakukan pendanaan dengan hutang kredit untuk pendanaan barang tersier memiliki gender maskulin. Selain itu, mereka secara hati-hati memiliki karakteristik gender feminim atau androgini dalam berinvestasi. Implikasi Teori dan Kebijakan â Ketika mental accounting dikaitkan dengan teori bem sex role inventory BSRI, didapatkan bahwa wirausaha dengan gender maskulin berani untuk mengambil pendanaan kredit sedangkan gender feminim bersifat sebaliknya. Oleh karena itu, perusahaan pemberi dana harus mempertimbangkan BSRI dalam memberikan pendanaan. Kebaruan Penelitian - Tulisan ini mengungkap fenomena mental accounting dan gender masing-masing partisipan dalam mengambil keputusan investasi. Abstract â The Meaning of Investment Based on Mental Accounting and Gender Main Purpose - This research seeks to understand the phenomenon of mental accounting and gender characteristics in investment activities. Method - This research uses phenomenological methods to understand the phenomenon of investment decisions according to each participant's experience. The participants consisted of seven entrepreneurs with different types of business from each other. Main Findings - Entrepreneurs understand that budgeting is an obligation when they want to invest. They dare to do funding with debt credit to finance tertiary goods that have a masculine gender. In addition, they carefully have feminine or androgyny gender characteristics in investing. Theory and Practical Implications â When mental accounting is associated with the theory of sex role inventory BSRI, it is found that entrepreneurs with masculine gender dare to take credit funding while feminine gender is the opposite. Therefore, lending companies must consider BSRI in providing funding. Novelty - This research reveals the mental accounting and gender phenomena of each participant in making investment objective of this study was to determine if religiousness and spirituality predict life satisfaction among Peruvian citizens during the COVID-19 pandemic. This is a non-experimental, predictive and cross-sectional study with a sample of 734 people of both sexes males and females between 17-75 years of age M = To measure the variables, the Brief Multidimensional Measure of Religiousness/Spirituality BMMRS and the Satisfaction with Life Scale SWLS were used. A multiple regression analysis was performed to determine the variables that best predict life satisfaction, finding that the spirituality variable explains % of the total variance of the life satisfaction variable. In summary, a positive and significant correlation between spirituality and life satisfaction is identified r = .328, p < .01.Abstrak - Akuntabilitas Berbasis Amanah pada Pondok Pesantren Tujuan Utama - Penelitian ini bertujuan untuk mengonstruksi konsep akuntabilitas pondok pesantren berdasarkan perspektif amanah. Metode - Penelitian ini menggunakan studi kasus tunggal pada sebuah pondok pesantren. Beberapa pengurus pondok pesantren dan santri menjadi informan untuk mengonstruksi konsep akuntabilitas. Temuan Utama - Penelitian ini memformulasikan akuntabilitas berbasis amanah. Formulasi tersebut mengandung nilai religius dan spiritual. Akuntabilitas ini didefinisikan sebagai bentuk pertanggungjawaban yang berorientasi kepada Tuhan untuk menciptakan dan mendistribusikan kesejahteraan dan nilai tambah bagi santri, pengasuh, pengelola, masyarakat, dan alam sekitar. Implikasi Teori dan Kebijakan - Penelitian ini berhasil mengintegrasikan data empiris akuntabilitas dengan konsep amanah dalam shariah enterprise theory. Konsep akuntabilitas berbasis amanah dapat ditransfer menjadi praktik akuntabilitas pada berbagai organisasi berbasis syariah. Kebaruan Penelitian - Akuntabilitas berbasis amanah merupakan konsep baru sebagai kekhasan pondok pesantren. Abstract - Trust-Based Accountability in Islamic Boarding Schools Main Purpose - This study aims to construct a boarding school accountability concept based on a mandate perspective. Method - This study uses a single case study in an Islamic boarding school. Several boarders of Islamic boarding schools and students became informants in constructing the concept of accountability. Main Findings - This study formulates trust-based accountability. This formulation contains religious and spiritual values. Accountability is defined as a form of accountability oriented to God to create and distribute welfare and added value to students, caregivers, managers, society, and the surrounding environment. Theory and Practical Implications - This study succeeded in integrating empirical data on accountability with the concept of trust in shariah enterprise theory. The concept of trust-based accountability can be transferred to accountability practices in various sharia-based organisations. Novelty - Trust-based accountability is a new concept as a peculiarity of Islamic boarding - Kritik atas Triple Bottom Line Perspektif Memayu Hayuning Bawana Tujuan Utama - Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa implementasi triple bottom line TBL akan lebih memberikan keseimbangan berkelanjutan jika dilandasi filosofi âMemayu Hayuning Bawanaâ MBH - membuat dunia lebih baik. Metode - Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah kajian kritis dengan pendekatan studi literatur. Nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi MHB dihubungkan dengan konsep TBL. Temuan Utama - Penelitian ini menunjukkan bahwa keselarasan dan keseimbangan perusahaan dengan alam dipandang dari aspek internal dan eksternal. Implementasi TBL harus didasarkan pada semangat tapa ngrame tanpa pamrih. Proses sinergi perusahaan dengan lingkungan dan sosial akan membawa keselamatan alam. Implikasi Teori dan Kebijakan - Implementasi TBL yang berlandaskan MHB akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan perusahaan. Manajer dapat memfokuskan pada TBL dengan tetap memperhatikan tiga tingkatan MHB. Kebaruan Penelitian - Artikel ini menawarkan konsep filosofi jawa MHB yang dapat digunakan sebagai pedoman/pendamping perusahaan dalam menerapakan TBL Abstract - Critics on the Triple Bottom Line âMemayu Hayuning Bawanaâ Perspective. Main Purpose - This research seeks to show that the TBL implementation will provide sustainable balance if it is based on the philosophy of "Memayu Hayuning Bawana" MBH - making the world better. Method - The method used is a critical study with a literature study approach. The values contained in the MHB are linked with the TBL. Main Findings - This research shows that the harmony and balance between the company and nature are viewed from the internal and external aspects. The implementation of TBL must be based on âtapa ngrameâ sincerity spirit. The process of the company's synergy with the environment and social will bring the safety the nature. Theory and Practical Implications - The implementation of TBL and MHB will improve the harmony of the company. Managers can focus on TBL while still paying attention to the three MHB levels. Novelty - The Javanese MHB philosophy can be used as a company guide in implementing study explored the 2020 COVID-19 pandemic impact, with its unprecedented isolation norm and social distancing requirements, on African immigrants in the United States. We focused on the sources of meaning in their daily lives, how they navigated their meaning-making process, and cultural proclivities amidst the official and unofficial mandates for social distancing. Additionally, we investigated the role technologies play in the entire process. A qualitative inquiry conducted virtually generated data from a sample of 20 participants. Results show that African immigrants derive meaning from social relationships, personal life goals, religious faith, service, and good health. The COVID-19 pandemic undoubtedly threatened participants' core meaning sources, which they rely on for life satisfaction, personal growth, and healing. Various emergent technologies helped in ameliorating the situation by providing conduits for participants to engage, albeit virtually, in most activities that positively impact their lives. This study highlights clinicians' need to integrate meaning in life discussions in their African immigrant patients' care and incorporate congruent technologies as needed. Alison TonkinJulia WhitakerIn the early part of 2020, the coronavirus pandemic challenged human sociability as social distancing measures were introduced in an attempt to break the chain of infectionâ. A central component of human sociability is our innate ability to play and be playful, individually or together, for our own enjoyment or for the benefits of others. This article explores the adaptive benefits of play and playfulness for health and wellbeing, at a time when community assets such as family, friendships, neighbours and community groups are physically inaccessible as we abide by the UK government requirement to Stay at Home, Protect the NHS, Save Lives. Using the Five Ways to Wellbeing, numerous examples showing how people have been able to connect, be active, take notice, keep learning and giveâ during the coronavirus crisis, exemplifies the transformative power of play and playfulness and the best of human pandemic involved several psychosocial consequences. We aimed at monitoring the mental health of Italian adults during the lockdown imposed by the government. We present here results from the baseline assessment of the âEmotionalThermometer [TermometroEmotivo] project on a sample of 1548 Italian adults. We assessed the socio-demographic conditions of participants, individualsâ perception of the COVID-19-situation, psychological distress, emotion regulation strategies, and perceived social support. Having a worse representation of COVID-19 and consulting news more frequently, with higher anxiety and less credibility of different sources of information, were positively associated with psychological distress and post-traumatic responses. Being female, younger age, living in high-risk regions, having symptoms of COVID-19, and having relatives/friends with such symptoms represented risk factors for a worse perception of COVID-19 and distress. Social support and cognitive reappraisal represented protective factors for mental objective of this study is to determine the effects of framing of greenhouse gas emissions information on peopleâs willingness-to-pay for transportation emissions reductions. Six different framing techniques were developed following goal framing theory and applied to the current Natural Resources Canada vehicle labels for gasoline, plug-in hybrid, and electric vehicles. Previous work applied gain and norm framing. In this experiment, two hedonic framings color, emoticons are added. Discrete choice experiments with 1985 Canadian drivers were used to determine willingness-to-pay for CO2 emissions reductions. Of the frames tested, the two hedonic additions of color and emoticons resulted in the greatest increases in willingness-to-pay. Carbon tax framing was the least influential. Various socio-demographic variables and regional influences were found. The results improve upon previous research and will help policy and decision makers improve the likelihood of environmentally friendly choices being The COVID-19 pandemic has led to pervasive social and economic disruptions. This cross-sectional investigation aimed to evaluate associations between religious/spiritual factors and mental health symptoms among community residents in a southern US state. In particular, we focused on perceptions of God's distance, a salient aspect of religious/spiritual struggle that has received little scrutiny in health research. Methods Participants included 551 respondents assessed during a period of gradual reopening but rising infection rates. Mental health outcomes were assessed using standardized measures of generalized anxiety, depression, and trauma symptoms. Perceptions of an affirming relationship with God, anger at God, and disappointment at God's distance were evaluated using an adapted version of the Attitudes-Toward-God Scale-9. Results In multivariate analyses that accounted for pandemic-related and demographic factors, positive relationships with God were related to diminished symptoms on all three mental heatlh indices all p's â€.003, whereas disappointment with God's distance was associated with more pronounced difficulties all p's â€.014. Limtations The cross-sectional design precludes causal conclusions. Conclusions Findings suggest that perceived relationships with God are tied to clinically relevant mental health outcomes during periods of major upheaval. Disappointment with God's distance may be an important, understudied dimension of religious/spiritual struggle meriting further COVID-19 pandemic and its accompanying infection control measures introduced significant disruptions to the routines of many higher education students around the world. It also deprived them of in-person counselling services and social support. These changes have put students at a greater risk of developing mental illness. The objective of this review is to assess the prevalence of depressive symptoms, anxiety symptoms and sleep disturbances in higher education students during the pandemic. A systematic search of English and Chinese databases was conducted current to January 1st, 2021. The quality of included studies was evaluated using a modified Newcastle-Ottawa scale. Prevalence of depressive symptoms, anxiety symptoms and sleep disturbances were pooled using random-effects meta-analysis. Eighty-nine studies n=1,441,828 were included. The pooled prevalence of depressive symptoms, anxiety symptoms, and sleep disturbances was 34%, 32% and 33%, respectively. The prevalence values differ based on geographical regions, diagnostic criteria, education level, undergraduate year of study, financial situation, living arrangements and gender. Overall, the prevalence of depressive symptoms and anxiety symptoms synthesized in this study was higher compared to pre-pandemic prevalence in similar populations. Evidently, mental health screening and intervention should be a top priority for universities and colleges during the pandemic.
Jakarta ANTARA - Bahasa Indonesia masuk dalam program pendidikan ekstra kurikuler di sebagian taman kanak-kanak TK sampai sekolah tingkat menengah di Kota Ottawa, Kanada, kata Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI Ottawa lewat pernyataan yang diterima di Jakarta, Minggu. Kelas Bahasa Indonesia itu, menurut KBRI Ottawa, bertujuan untuk meningkatkan interaksi antarwarga dari dua negara serta memperkuat hubungan Indonesia dan Kanada yang pada tahun ini memperingati 68 tahun hubungan diplomatik. "Pengenalan terhadap Bahasa Indonesia bagi warga Kanada akan jadi fondasi yang kokoh di masa depan bagi kedua bangsa untuk saling memahami dan bekerja sama," kata Duta Besar RI untuk Kanada Abdul Kadir Jailani, saat meluncurkan kelas Bahasa Indonesia secara virtual, Sabtu 17/10/2020. Tangkapan Layar Duta Besar Republik Indonesia untuk Kanada Abdul Kadir Jailani memberi sambutan saat peluncuran kelas virtual Bahasa Indonesia untuk sekolah-sekolah di Kota Ottawa, Kanada, Sabtu 17/10/2020. ANTARA/HO-KBRI Ottawa Dalam kesempatan yang sama, pengurus Program Dewan Sekolah Distrik Ottawa Carleton, Dr Nectaria Karagiozis, mengatakan kelas Bahasa Indonesia memperkaya program ekstra kurikuler bahasa internasional yang dapat dipilih oleh siswa, mulai dari tingkat TK sampai sekolah menengah. Sejauh ini, Dewan Sekolah di Ottawa membuka 38 kelas bahasa internasional selain bahasa resmi Kanada, yaitu Inggris dan Prancis. Menurut KBRI Ottawa lewat siaran tertulisnya, dukungan dari Dewan Sekolah memungkinkan kelas Bahasa Indonesia dibuka secara virtual dan dapat diakses oleh para pelajar tanpa ada pungutan biaya. Di samping Dewan Sekolah, inisiatif itu juga mendapat dukungan dari Asosiasi Muslim Ottawa OMA. Direktur Partisipasi Komunitas OMA Majed Jarrar menyambut baik pembukaan kelas Bahasa Indonesia di Ottawa. Ia mengatakan langkah itu sejalan dengan misi OMA, yaitu berkontribusi untuk kepentingan masyarakat. Tidak hanya membuka kelas Bahasa Indonesia, peringatan 68 tahun hubungan bilateral Indonesia dan Kanada juga akan dimeriahkan dengan pameran uang kuno Numismatik Nusantara pada awal Oktober 2020. Kegiatan itu diadakan oleh KBRI Ottawa bekerja sama dengan Alliance Coin and Banknote di Kanada, kata Konselor Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Ottawa, Iwan Nur Hidayat, pada kesempatan terpisah. Sejauh ini, ada sekitar orang Indonesia di Kanada, atau sekitar 0,04 persen dari keseluruhan populasi yang mencapai 37,6 juta jiwa. Indonesia dan Kanada membuka hubungan diplomatik resmi pada 9 Oktober 1952 ,yang ditandai dengan pendirian kantor perwakilan di masing-masing ibu kota negara. Baca juga Sejumlah universitas di Inggris sediakan kelas Bahasa Indonesia Baca juga Kelas Bahasa Indonesia dibuka di Palestina untuk pertama kalinya Baca juga Kursus Bahasa Indonesia diminati di Arab SaudiAgar Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Internasional di ASEAN
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 4IPl6ozkh2GWef3MGtdaorV_8CCXQrAMBhCaUClzuFIqIlER9Q5DCA==
pondok pesantren terbaik di provinsi jambi